Latest News

"Maaf dek boleh saya lewat?"

Posted by Lentera on Rabu, 16 November 2011 , under | komentar (0)



“SIAAAP GRAK !!! LENCANG DEPAAAN GRAK !!! TEGAAAAK GRAK !!!” demikian teriakan lantang komandan peleton menyiapkan barisan dalam rangka apel siang Mahasiswa Akademi Keperawatan Bhayangkara. Lima menit berlalu, suara komandan peleton pun serak dan mulai sedikit emosi karena frustasi dengan barisan rekannya yang masih amburadul.

Aku tersenyum melihat prilaku mahasiswa yang terkadang mesti tiap hari ditegur Pembina karena dianggap masih tidak disiplin dalam barisan. Dalam hati Aku berkata “Barisanku dulu lebih rapi dibanding adek-adek sekarang”, sesaat kemudian pikiranku menerawang jauh kebelakang sekitar dua belas tahun yang lalu.

Hari itu Aku memakai seragam putih-putih SPK Polri Bhayangkara. Aku masih nervous saat menghirup udara dan menginjakkan kaki di Bangsal Laki Rumah Sakit Bhayangkara, maklumlah ini kali pertama Aku masuk jaga sebagai siswa setelah selesai ujian semester. Perasaan seperti ini biasanya wajar saat hari pertama, kikuk dan tidak tahu harus berbuat apa. Setelah mendapatkan orientasi secukupnya dari kepala ruangan lalu beliau menjelaskan hal yang harus kami kerjakan. Hari pertama kami tidak diisi dengan mengukur tanda vital pasien, memberikan injeksi ataupun mengganti perban seperti yang sering perawat lakukan, Melainkan menyapu ruangan, mengepel, membersihkan WC, melap kaca dan membersihkan sarang laba-laba, jauh dari yang kami pelajari di bangku sekolah sebagai calon perawat karena yang kami kerjakan adalah pekerjaan janitor alias cleaning service. Hal yang kemudian kusadari keliru ketika Aku memasuki bangku Universitas, bahwa perlakuan demikian sesungguhnya melecehkan profesi perawat, namun apa daya kami waktu itu, sebagai plat merah tanda siswa paling junior itupun masuk jaga untuk kali pertama kami harus rela mengerjakan hal yang paling tidak diinginkan.
“Kalian terlebih dulu harus terampil memegang tangkai pel sebelum saatnya kalian memegang spoit dan tangkai infus” demikian pernyataan feodal senior menambah lengkap penderitaan kami hari itu. Pfiuh…

Aku kebagian mengepel bagian Interna dan pelataran bangsal, luasnya bangsal membuatku serasa mengepel lapangan sepakbola. Untunglah saat bekerja gerbang depan ditutup dan semua penjaga pasien diminta keluar area rumah sakit. Sehingga tidak ada orang yang lalu lalang dan membuat lantai yang basah semakin kotor. Gerah dan berkeringat namun Aku senang karena akhirnya kerjaan itu akhirnya selesai, kulipat ujung baju serta membuka kancing bagian atas karena kepanasan lalu melapor ke pegawai bangsal bahwa tugasku telah rampung.
“Bagus, sekarang karena kamu keringatan mungkin baiknya tidak usah kepasien dulu takutnya pasien mencium bau keringatmu” kata pegawai bangsal sambil tersenyum
“Istirahat saja dulu dek disana, ngadem sambil nonton TV, tutup pintu trus jangan lupa pasang tanda lantai basah di depan” sahut pegawai lain
“Baik pak” jawabku.

Aku memasang tanda lantai basah, menutup dan mengunci pintu, baju dinasku kutanggalkan karena gerah, duduk sambil menyalakan TV dan kipas. Semilir angin dari kipas membuatku rileks, kaki kuselonjorkan sambil menyetel channel TV. Namun baru beberapa saat Aku bersantai ria tiba-tiba terdengar bunyi “Tok..tok..tok..” dari pintu yang tadi kukunci
“lewat samping pak kalau ada keperluan, lantai masih basah habis dipel” teriakku
“Ni orang ga bisa baca ya tanda yang tadi kupasang?” gumamku

“Tok..tok..tok..” masih terdengar pintu diketuk
“Lewat samping pak, lantai basah” kembali Aku mengulang teriakanku dengan sedikit kesal

“Tok..tok..tok..”
“LEWAT SAMPING WOII” !!! Aku mulai marah

“Tok..tok..tok..”
“ni orang ngajak ribut nih” gumamku sambil bangkit dari tempat duduk.

Aku berjalan menuju pintu, kubuka dengan paksa pintu itu dan niatku ingin mendamprat habis-habisan orang yang dari tadi mengetuk pintu
“awas ya” gumamku
“KRAAK” suara pintu berteriak karena kutarik kasar
Kemarahanku sudah memuncak, ingin kutumpahkan semua kekesalanku pagi ini kepada orang yang seperti tidak menghargai hasil keringatku. Tapi…
“Astaghfirullah”…. Aku terperanjat kaget…

Orang yang dari tadi mengetuk pintu adalah seorang pria yang tinggi besar…

pria itu juga seorang polisi…

tidak hanya polisi namun dia juga perwira menengah selevel Kapolwiltabes Makassar…

penderitaan Aku tidak hanya berhenti disitu karena polisi berpangkat Komisaris Besar itu juga adalah DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT BHAYANGKARA !!!....

Aku adalah seorang mahasiswa tingkat satu, baru pertama kali masuk jaga dan berani-beraninya memarahi direktur rumah sakit tempat Aku bernaung. Jika anda diposisi Aku saat itu apa yang anda bayangkan?

Dihukum… Cuma satu kata itu yang diproduksi otakku kala itu. Menyaksikan orang ditegur keras bahkan dimarahi adalah pemandangan biasa di rumah sakit polisi ini. Bahkan pada level siswa disuruh push-up dan jalan jongkok adalah hal lumrah. Pikiranku berkelebat kemana-mana, membayangkan dimarahi habis-habisan. Dihukum, ditampar bahkan sampai di sekolah pun jatahku masih ditambah dengan dijemur hormat bendera dan sebagainya.

“Hufft…” Kuhela nafas panjang tanda sudah pasrah
“:Aku memang pantas dihukum” gumamku

Suasana masih hening karena sedari tadi pikiranku melayang kemana-mana, waktu berjalan sangat lambat sampai kurasa detak jantungku sendiri bisa kudengar bahkan lalat pun terbang di dekatku dalam keadaan slow motion. Saat Aku masih tertunduk kaku, menunggu hukuman apa yang akan Aku terima tiba-tiba terdengar “Maaf dek, boleh saya lewat”

Aku menoleh mencari asal suara itu. Namun yang kusadari Aku hanya berdua dengan pak direktur. Berarti…. Yang mengucapkan itu adalah…. ???
Lidahku tercekat, mulutku terbuka namun tak satu pun kata terucap tanda kaget luar biasa, Aku baru berani mendongakkan kepala menatap orang nomor satu di rumah sakit itu.
Melihatku kaget pria tadi tersenyum lalu kembali mengucap
“Maaf dek, boleh saya lewat?”
“Si….Si….Silahkan dok” entah kena guna-guna dari mana tiba-tiba Aku mengidap penyakit gagap
“Kerja bagus anak muda” kata pria itu sambil menepuk pundakku

Dadaku serasa plong, sesak yang menggantung seketika hilang, namun tetap saja merasa tidak enak. Ketika kisah ini Aku ceritakan ke semua yang jaga pagi hari itu, semuanya terpingkal-pingkal tertawa sambil megang perut, Aku hanya bisa tersenyum nyiyir. Namun ada beberapa hal yang kudapat dari peristiwa itu.

Pertama tentang kepemimpinan. Ya.. Drg. Peter Sahelangi hari itu mengajari ku tentang kepemimpinan. Bab menjadi pemimpin yang tidak hanya bisa menyuruh atau menegur bawahan diperagakan beliau. Pemimpin juga harus bisa mengayomi dan menghargai bawahan, bahkan untuk selevel ku yang sebenarnya tidak punya ikatan apa-apa dengan Rumah Sakit Bhayangkara karena masih berstatus siswa. Bab lain adalah indahnya memaafkan, sekali lagi bukti bahwa memohon maaf tidak menjadikan kita hina dan memberi maaf mengangkat kita menjadi mulia.

Pada saat kisah ini kutuliskan sebuah pikiran konyol lewat di pikiranku. Selentingan itu berbunyi “Mungkin Akulah orang satu-satunya di bhayangkara yang berani memarahi direktur utama” ^_^

Akper Bahayangkara 17112011
Selesai pukul 14 : 20
Tulisan ini kupersembahkan untuk semua perawat khususnya alumni SPK Polri Bhayangkara Angkatan XIX. Miss You All Guys

"Terima Kasih OM"

Posted by Lentera on Selasa, 15 November 2011 , under | komentar (0)



Waktu sudah menunjukkan jam 11 siang, setelah cuci motor, makan siang lalu sholat Aku mulai bersiap menuju kantor. Hari ini adalah hari bersejarah, setelah sekian lama aku berdiam di rumah bengong nggak ada kerjaan maka mulai saat ini gelar pengangguran resmi kutanggalkan, ya hari ini adalah hari pertama aku masuk kerja.

Kupacu Honda Beat putihku menuju Akademi Keperawatan Bhayangkara Makassar, jalur yang kutempuh adalah Jalan Barombong yang tembus menuju Pantai Losari. Jalur ini lebih pendek jika dibandingkan lewat Sungguminasa, waktu tempuh pun lebih sedikit dan bebas macet. Sepanjang perjalanan kita disuguhi bermacam pemandangan, mulai dari persawahan hijau yang sebagian besar sudah dikuasai dan diberi patok oleh mafia developer,. Arah bisnis real estate memang berkembang pesat kearah selatan kota apalagi setelah maket Stadion Barombong di Launching di Koran, para pemilik modal berlomba mengangkangi sawah petani dengan iming-iming setumpuk rupiah maka pemandangan truk raksasa berseliweran mengangkut tambang galian C menimbun tanah yang kelak menjadi kompleks perumahan menjadi hal lumrah sekaligus merusak jalan aspal karena kelebihan tonase.

Selanjutnya kita disuguhi view pinggir laut dengan garis pantai yang panjang dan kilauan indah biru laut, pepohonan hijau yang rindang lengkap dengan semilir angin, tak lupa kita akan melalui jembatan barombong dengan bentangan terpanjang di Sulawesi selatan membelah muara sungai jeneberang, dibawahnya berbaris rapi kapal para nelayan yang sedang bersandar dan terakhir perumahan elit tanjung bunga, Mall GTC, Pantai Akkarena dan tentu saja ikon baru kota Makassar Trans Studio berada dijalur ini semakin melengkapi kenyamanan berkendara di jalan ini.

Namun ada satu hal lagi yang membuat aku lebih menikmati berkendara di area ini. Anak sekolah yang selalu ramai pulang sekolah. Jadwal masuk kampusku memang masuk siang sehingga jika melewati jalur lingkar tersebut bertepatan dengan jam anak SMP 15 pulang sekolah. Sayangnya semangat calon penerus bangsa tersebut harus dihadapkan bahwa jalan Barombong yang menuju ke Tanjung Bunga tersebut bukanlah jalur yang dilewati angkutan umum. Sehingga mereka mengandalkan belas kasihan pengguna jalan yang mungkin mau sebentar menepi sekedar memberi tumpangan jika mereka ingin kesekolah atau pulang kerumah. Terkadang aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri siswa tersebut berjalan kaki pulang di siang terik sejauh 5 km. LUAR BIASA perjuangan mereka menempuh pendidikan, melanjutkan tradisi akademik keluarga mereka yang sebagian besar orang tuanya bekerja sebagai nelayan, petani ataupun penjual sayur.

Satu hal lagi, bahwa seusia mereka, remaja tanggung yang sangat memperhatikan penampilan. Fase yang mereka jalani sekarang adalah fase genital menurut tokoh psikologi Erikson, dimana mulai ada kecenderungan terhadap lawan jenis maka tak jarang kita akan menemui ABG yang sangat “gengsi” karena tak ingin terlihat miskin di depan temannya apalagi depan si “dia”. Tapi semua itu mereka terobos, stigma itu mereka labrak, terik mentari serta panas aspal bukanlah halangan, peluh dan senyum mereka menjadi saksi perjuangan heroik para bibit bangsa berikhtiar memperbaiki hidup lewat jalur pendidikan. Ironi, semangat mereka harus dihadapkan pada ketidakmampuan pemerintah menyediakan angkutan sekolah bagi siswa tersebut.

Sekali lagi ironi, di negeri kaya raya ini, di negeri gemah ripah loh jenawi ini mungkin dana untuk bus anak sekolah sudah habis dikorupsi pejabat atau dipake studi banding anggota dewan, jika pak presiden SBY melihat hal ini bisa jadi akan muncul lagu baru lagi dari beliau, ataukah melaunching sekuel buku lain di luar negeri bercerita kehebatan kepemimpinannnya mengelola anggaran dana pendidikan sebesar 20%.

Ah, tak ada gunanya mengutuki ketidak becusan pemerintah mengelola bumi pertiwi, mungkin lebih baik kita sendiri berintrospeksi apa yang sudah kita berikan terhadap bangsa ini?, akankah kita juga tetap menjadi bagian yang membebani tumpah darah Indonesia? Aku sendiri mencemooh diri sendiri yang tidak bisa membantu pihak sekolah untuk menyediakan armada angkutan bagi para siswa. Dalam hati aku berdoa “Ya Allah jadikanlah aku hambamu yang punya kekuatan menolong saudara yang membutuhkan bantuanku”.

Hari ini kembali kujumpai pemandangan seperti biasa, anak-anak berseragam putih biru berderet di pinggir jalan melambaikan tangan tanda meminta tumpangan, aku menepikan motor sambil mempersilahkan dua orang duduk di boncengan belakang. Dalam perjalanan terkadang aku mencoba ramah dengan bertanya nama mereka siapa, kelas berapa dan tinggal dimana. Dekat jembatan boncenganku tersebut menepuk bahu tanda ingin turun. “Terima kasih om” hal yang selalu mereka ucapkan sambil tersenyum ketika turun dari kendaraan lalu berlari riang. Aku senang bisa membantu mereka, kemudian kutuliskan kisah ini bukan untuk menunjukkan betapa baiknya aku, bukan untuk pamer, riya’ apalagi ujub karena semuanya akan sia-sia dimata Allah, Namun aku yakin ini adalah sebuah kebaikan, aku ingin siapapun yang lewat sana bisa berbagi tumpangan dan berbagi kebaikan, lantas kebaikan itu insya Allah akan kembali ke diri kita dalam bentuk kebaikan yang lain.

Wallahulalam bisshowab
Akper Bhayangkara Makassar
Selesai 03112011 sesaat sebelum azan ashar berkumandang

Angkot setan

Posted by Lentera on Minggu, 10 April 2011 , under | komentar (0)



Beberapa waktu aku melakukan kunjungan ke Bogor, mengikuti kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh organisasi tempatku bernaung. Setelah kegiatan itu masih sempat jalan-jalan melihat kebun raya bogor, menikmati jajanan khas kota bogor seperti taoge goreng, bubur ayam, berbagai asinan dan manisan buah serta kripik a sampai z. pokoknya semua yang khas tentang kota bogor. Ada satu hal yang juga menjadi brand kota di jawa barat ini yakni lalu lintasnya. Sepanjang mata memandang pasti kita akan melihat angkot, berwarna hijau sampai pemerintah membuat sendiri plat untuk registrasi angkot dan angkanya fantastis sudah sampai angka 1900-an, wow !! makanya kemudian tak salah kemudian kalo lagi-lagi bogor terkenal dengan sebutan kota seribu angkot. Saking terkenalnya tentang angkot ini sampai ada satu cerita tentang angkot setan.

Konon di sebuah malam, seorang lelaki harus kerja lembur untuk menyelesaikan kerjaannya, semuanya selesai tepat jam 24.00. rasa lelah seakan menggantung di pundaknya. Ia lalu beranjak pulang karena di kantornya tidak ada kamar untuk menginap. jalanan sudah sepi dari aktivitas Malam itu hujan gerimis dan angin bertiup lembut menambah rasa mencekam. Tiba-tiba dari kejauhan ada sinar lampu perlahan mendekat. Sinar itu berasal dari lampu angkot. Angkot itu berhenti pas di depannya.
“kok ada angkot jam segini?, bukannya maksimal sampai jam 10?” gumam pria itu karena sebenarnya dia menunggu taksi. Tapi bodo amat yang penting saya pulang, pria itu kemudian melompat naik ke angkot menghindari hujan. Mobil lalu melaju pelan. Sejenak Pria itu memandang sekeliling angkot. Yang didapati adalah angkot ini sudah terlalu tua untuk beroperasi, sopirnya pun sudah uzur, duduk di kursi paling pojok dekat kaca belakang ada seorang perempuan berbaju putih dengan rambut sedikit acak-acakan, walaupun agat sedikit tertutupi rambutnya yang terurai tapi wajah wanita terlihat pucat.

Untuk mengurangi lelahnya selepas lembur, sang pria lalu bersandar di dinding mobil, memasang headset di telinganya lalu berusaha beristirahat sejenak.
“maaf bu ya” kata lelaki tersebut menselonjorkan kakinya, wanita tadi tidak bereaksi. Sesekali dia terbangun jika ban mobil menginjak jalanan rusak. Perasaan aneh kemudian menyelimutinya karena sang wanita tadi perlahan semakin mendekat ke arahnya. Untunglah karena kemudian sudah dekat lorong menuju rumahnya, sang pria kemudian meminta sopir untuk berhenti lalu menyodorkan uang pecahan Rp. 10.000, tapi yang terjadi mobil itu malah tancap gas dan tidak memberinya kembalian. Sang pria Cuma bengong lalu berteriak
“DASAR ANGKOT SETAN !!!”

selesai di Tamalanrea 10042011 pukul 14.53

PULAU PERASAAN

Posted by Lentera on Senin, 07 Maret 2011 , under | komentar (0)



Di sebuah negeri antah barantah terdapat sebuah pulau yang disebut pulau perasaan. Seperti namanya di pulau itu hidup bermacam-macam perasaan, karakter, sifat dan sebagainya. Di tanah itu tinggal si senang, si sedih, si kaya, si miskin dan bermacam perasaan lainnya. Di pulau itu pula hidup sang cinta, karakter utama dalam cerita ini. Semua penduduk lahan tersebut hidup dengan damai, mereka saling membantu satu sama lain. Jika ada yang sedih “sang senang” akan datang menghiburnya, jika ada yang butuh bantuan “sang kaya” tidak akan segan-segan mengulurkan tangan, dan jika ada yang tertimpa musibah maka “sang cinta” akan setia menemani. Kehidupan mereka sangat harmonis seperti rangkaian mozaik yang saling melengkapi dan menyusunnya dengan indah.

Sampai suatu hari musibah datang menyapa kehidupan mereka, sekaligus menguji kekuatan pertalian persahabatan yang mereka jalin. Tiba-tiba air pasang dengan cepat menenggelamkan pulau tersebut, semua penduduk berlarian panik menyelamatkan diri, termasuk sang cinta. Dengan terseok-seok sang cinta membawa tubuhnya mencoba melawan arus yang sesekali menghempas tubuhnya. Saat air sudah setinggi lutut, sang cinta melihat sebuah kapal indah yang mendekat dan ternyata dikemudikan sahabatnya si kaya.
“Sahabatku kaya, bolehkan aku menumpang di kapalmu?” Pinta sang cinta
“Cinta.. engkau bisa lihat, kapalku sudah penuh oleh barang kekayaanku, hampir tidak tersisa ruangan lagi. Aku takut jika memaksakanmu naik maka akan membuat kapal ini tidak stabil dan tenggelam, maaf cinta aku tidak bisa membawamu” jawab si kaya dingin
Jawaban si kaya tadi terdengar sebagai sebuah petir yang langsung menghujam ke dalam hati sang cinta.
”Inikah sifat asli si kaya? Bukankah ia suka menolong? Aku ini sahabatnya, dan sekarang Aku butuh pertolongan..” demikian pertanyaan yang menggelayut di pikiran sang cinta, tanpa sadar si kaya pun berlalu dari hadapannya .

Air mulai setinggi pinggang saat cinta terhentak dihempas ombak yang hampir merobohkannya, dengan segala upaya cinta masih berusaha menyelamatklan diri. Harapannya kembali muncul ketika ia melihat seseorang mengayuh perahu dengan pelan. Si sedih.. ya itu si sedih. Dengan sekuat tenaga sang cinta berupaya mencapai perahu tadi. Sang cinta kemudian berkata
“ijinkanlah aku ikut denganmu”
“Cinta sahabatku.. aku baru saja kehilangan semua anggota keluargaku, semua itu membuat saya sedih, jauh melebihi kesedihanku selama ini. Untuk saat ini saya ingin sendiri” jawab si sedih lirih
“Bukan Cuma kamu yang kehilangan..!!! aku dan semua orang di pulau ini merasakan hal sama, kenapa engkau begitu egois !!!” pekik sang cinta marah
“Maaf cinta, saat ini aku ingin sendiri” kembali sedih mengulangi pernyataannya.
Jawaban terakhir sedih tadi benar-benar seperti palu yang dihantamkan ke dada cinta, menghancurkan segala harapannya, si sedih kemudian berlalu dari hadapannya.

Cinta tak lagi berusaha menyelamatkan diri meski air sudah setinggi lehernya. Arus semakin kuat mempermainkannya dan menghempaskannya ke sebuah sampan, sampan milik si miskin.
“sahabatku..., engkaulah harapan terakhir ku, bawalah aku bersamamu” ucap sang cinta memelas
“Cinta sayang, lihat dirimu.. engkau kotor. Meskipun kamu tahu aku miskin tapi aku sangat memperhatikan kebersihan, dan dengan keadaanmu sekarang aku tidak bisa membawamu.” Jawab si miskin
Pupus sudah harapan sang cinta. Hari itu, untuk pertama kalinya cinta menangis, menangisi kemalangan hidupnya. Menangisi betapa bodohnya ia menganggap sahabatnya sehidup semati dengannya. Dan saat ia sadar semua sudah terlambat. Cinta sudah pasrah, lalu ia mencatat dalam hatinya
“hari ini jika aku meninggal, bukanlah air pasang ini yang membunuhku, tapi sahabatku.. ya sahabatku yang kuanggap seperti saudara, yang semua hal kubagi dengannya, mereka semua menusukku dari belakang, mereka semua meninggalkanku saat aku membutuhkan mereka, dan itu jauh lebih menyakitkan dari banjir ini.”
Arus benar-benar menunjukkan superioritasnya dengan mempermainkan sang cinta lalu perlahan menelan tubuhnya. Sempat sang cinta melihat sahabatnya terbaiknya si senang namun agaknya si senang terlalu senang karena baru saja mendapatkan rakit untuk menyelamatkan diri, sehingga tak lagi mendengar teriakan kecil sang cinta.

Sang cinta mulai tenggelam membawa perasaan sakit hatinya, hancur bersama mimpinya saat sebuah tangan menariknya lalu berkata
“Cinta.. ikutlah bersamaku” orang itu menarik cinta ke dalam sampannya
Cinta masih melayang antara sadar dan tidak, perasaan dikhianatinya masih sangat kuat ia sudah tidak peduli dengan yang terjadi. Perlahan ia memperhatikan muka orang yang di depannya lalu pingsan tak sadarkan diri.

Beberapa saat kemudian sang cinta terbangun diatas ranjang dengan seprei putih Di sebuah kamar sederhana. Kepalanya masih sakit ia duduk sejenak mengambil nafas dan mengumpulkan kembali ingatannya. Ia teringat masa indah dengan sahabatnya, lalu air tiba-tiba meninggi, lantas ia tenggelam. Tapi sebuah tangan menariknya, siapa dia? Dia berusaha mengingat wajahnya, seorang kakek. Lalu bergegas cinta bangkit dari tempat tidurnya berlari mencari orang yang menyelamatkannya.

Cinta mendapati sepasang kakek-nenek di beranda rumah itu. Dia menatap lekat wajah kakek itu,
“bukan kakek ini yang menyelamatkanku” gumamnya.
“kamu sudah bangun nak” sapa nenek itu arif
“Silahkan duduk nak” sang kakek melanjutkan
Cinta lalu duduk kemudian bertanya
“Aku dimana nek dan kalian siapa?”
“Kamu di rumah kami nak, saya nenek arif dan ini suami saya kakek bijaksana” jawab sang nenek
“siapa yang membawa aku kesini?” tanya cinta penasaran
“oh.. dia sahabatku sang waktu, dia meminta kami merawatmu” jawab sang kakek
“dimana sang waktu tinggal kek?” lanjut cinta lagi bersemangat
“Tidak usah kamu cari dia nak, dia petualang, dia datang dan pergi sesukanya”
“Yah.. padahal aku sangat ingin berterima kasih dan bertanya padanya”
“Apa yang ingin kamu tanyakan?” tanya nenek arif
“sahabatku si kaya, si miskin, si senang dan si sedih semauanya tidak ada yang peduli bahkan meninggalkanku, kenapa sang waktu menyelamatkanku? Aku bahkan tidak mengenalnya” jawab cinta
“Anakku cinta” sang kakek membelai rambut cinta lalu menghela nafas panjang
“Kaya dan miskin silih berganti, susah senang pun datang dan pergi. Jika kamu bertanya kenapa sang waktu menyelamatkanmu, itu karena sang waktu ingin kamu menjadi cinta sejati, karena sang waktu lah yang bisa membuktikan cinta sejati yang sesungguhya”...

Diiringi instrumentalia siente me amor, selasai di tamalanrea 080311 pukul 13.38 WITA

Aku Ingin jadi dokter

Posted by Lentera on Rabu, 07 Juli 2010 , under | komentar (0)



Waktu itu sekitar pukul 01.30 malam, penyakit ginjal yang diderita ibu kembali kambuh. Di pangkuan Ayah ibu meringis kesakitan, aku hanya bisa menangis saat itu, sejuta perasaan takut menggelayut di pikiranku, takut kalau ibu akan meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Sesaat kemudian ibu tidak sadarkan diri, melihat keadaan ibu yag seperti itu tanpa berpikir lagi aku berlari, pintu kulabrak, aku bahkan lupa memakai alas kaki karena yang ada dipikiranku Cuma satu, rumah pak mantri.
Jarak seratus meter yang harus kutempuh terasa sangat jauh karena ketegangan yang kurasakan , sampai di pintu kugedor- gedor rumah beliau,
“Ada apa dek?” dengan ekspresi kaget dia bertanya
Aku tak sanggup lagi berkata apapun. Nafas yang memburu, sesenggukan tangis serta pikiran kalut semuanya bercampur jadi satu, aku Cuma bisa menunjuk ke arah rumah.

Setelah memeriksa ibu lalu memberikan obat pak mantri mengatakan bahwa Insya Alah ibu akan baik-baik saja. Mendengar hal tersebut kami menjadi lebih tenang, dan sikap pak mantra sangat tenang menghadapi pasiennya, seperti seorang actor piawai yang memainkan opera. sejak kejadian itu Aku menyimpan sebuah mimpi, sebuah keinginan kuat untuk menjadi seorang dokter.

***

Hari ini aku pertama kali menginjakkan kaki di SMA, sebuah fragmen penuh warna, yang kata banyak orang masa indah tak terlupakan, apalagi karena aku berhasil bergabung di sekolah favorit tingkat kabupaten
“Mulai sekarang aku akan giat belajar, agak aku bisa bersaing, agar aku menjadi orang yang berilmu dan paling penting adalah mencapai cita-cita yang aku impikan”
Sebuah kesyukuran besar buatku bisa menjadi bagian dari sekolah ini, tahun pertama kujalani dengan bahagia karena memiliki teman yang percaya dan mendukungku dalam banyak hal, di tahun ini pula aku mulai mengenal dunia tarbiyah, mulai mengerti bagaimana seharusnya seorang hamba Allah menjalani kehidupan diatas muka bumi, berkumpul dengan saudari-saudari seiman saling mengingatkan agar selalu berada dalam koridor yang benar.

Hampir tiga tahun aku bersekolah di SMU, sebentar lagi kami akan menghadapi ujian akhir sekolah dan meneruskan ke perguruan tinggi. Hampir tiap hari teman-temanku begitu semangat membicarakan tentang rencana tempat kuliah mereka, membicarakan pilihan masa depan, aku hanya bisa tersenyum tatkala mereka bertanya tentang rencana studi ku. Pikiran itu terus menerus hinggap di pikiranku, membuatku kadang menangis dalam kesendirianku, aku kini jadi lebih pendiam.
Suatu hari sepulang sekolah aku memberanikan diri untuk menceritakan tentang keinginanku kuliah di UNHAS Makassar di hadapan ibu ayahku, mereka dengan seksama mendengarkan penjelasanku, lalu mereka tersenyum getir, senyum dan pandangan yang sama yang aku berikan ketika temanku bertanya tentang rencana kuliahku, mataku berembun, perasaanku terpukul ibu lalu mendekap lalu membelai lembut kepalaku sambil berkata
“Biaya di kota mahal nak apalagi untuk kuliah di UNHAS”
Aku semakin larut dalam kesedihanku. Mungkin aku harus mengubur impianku dalam-dalam, aku mafhum dengan kondisi orangtuaku, aku tahu mereka pasti menginginkanku bersekolah setinggi-tingginya namun ekonomi kami tak membiarkan hal itu.

Senin. Ya hari senin seingatku. sesaat setelah upacara bendera sekolah kami kedatangan tamu, mereka adalah alumni dari sekolah ini yang telah kuliah, dari warna merah almamaternya aku tahu bahwa mereka dari Unhas, aku semakin cemburu melihat kakak kelasku yang yang berhasil menembus ketatnya persaingan masuk universitas terbesar di Indonesia timur itu. Mereka terlihat begitu berwibawa dengan pakaian kebesarannya apalagi guru-guru kami dengan bangganya memperkenalkan mereka. Setelah memperkenalkan nama mereka, kakak kelas kami lalu menawarkan sebuah program Beastudi ETOS, beasiswa yang ditujukan bagi siswa yang ingin lanjut kuliah namun terkendala biaya. Aku tersentak lalu dengan serius mendengarkan penjelasan sang kakak kelas, serasa ada arus energi kuat dari alam bawah sadarku. Dengan perasaan berbunga-bunga aku berlari kerumah sambil membawa brosur beastudy ETOS yang dibagikan di sekolah, dengan semangat aku memperlihatkannya kepada Ayah dan IBu, Aku melihat senyum sumringah dan sorot mata cerah dari kedua orang tuaku, raut muka bahagia.
“Insya Allah aku akan berjuang mendapatkan Beastudi Ini bu, ini adalah kunci masa depanku,!!!” tegasku optimis
Ibuku tak kuasa menahan haru melihat semangatku yang menggebu-gebu, lalu mendekapku. Penjelasan hari itu telah menghidupkan kembali mimpi-mimpiku, menyemai harapan ditaman-taman hatiku yang dulunya terpaksa kutebas habis. Hari itu saya tak ingin lagi bermimpi, namun aku berjanji bahwa suatu hari aku akan diwisuda di Unhas dengan gelar… Dokter…!

Seri interview beastudi ETOS

Tamalanrea050710
Selesai dengan iringan instrumentalia “Yesterday” dari The Beattles

Menunggu di ruang rindu

Posted by Lentera on Sabtu, 19 Juni 2010 , under | komentar (0)



Dedaun yang ikut mengalir lembut
terbawa sungai ke ujung mata
Dan aku mulai takut terbawa cinta
menghirup rindu yang sesakkan dada
Jalanku hampa dan ku sentuh dia,
terasa hangat di dalam hati
Kupegang erat dan kuhalangi waktu,
tak urung jua ku lihatnya pergi
(Letto)
*****

Hari ini untuk kesekian kalinya aku harus kontrol ke rumah sakit, sebenarnya aku jenuh, membayangkan ke rumah sakit saja aku malas. Tergambar dalam memoriku tentang landscape rumah sakit dimana semua orangnya tergeletak tak berdaya, pasien yang dicekoki sejumlah selang dan peralatan medis lainnya, pelayanan yang kaku, serta pegawai yang berpakaian serba putih membuatku merinding membayangkan sejumlah malaikat sedang menunggu antrianku di lorong kematian.
Namun hari ini aku tak berdaya, penyakit sesak ku sedang rindu dan tak ingin segera pergi, belum lagi aku sering pucat dan pingsan, akhirnya mengantarkan ibuku pada sebuah kesimpulan bahwa aku harus periksa ke dokter.
Aku merasa lelah sekali terbangun Pagi ini, kamar VIP dengan segala fasilitas wah tak membuat tidurku nyenyak, segala gadget yang kupunyai tak mampu mengusir kesepianku, kepalaku pening bahuku terasa berat, masih asyik bermalas-malasan tiba-tiba dokter yang menanganiku masuk
“Selamat pagi dek” sapa dokter
“Pagi Dok” jawabku singkat
“Orang tuamu mana?”
“Belum datang dok, biasanya datang malam, maklum sibuk, emang ada apa dok?”
“Mmm.. ini hasil pemeriksaan labmu sudah ada dan diagnosanya pun sudah pasti”
“Memangnya saya sakit apa dok?”
“Mungkin baiknya saya bicara dengan orang tuamu dulu”
“DOK.. YANG SAKIT ITU SAYA, SAYA BERHAK TAHU SAYA SAKIT APA!!!” ujarku dengan nada meninggi
Dokter tadi menghela nafas panjang lalu dengan lirih berkata
“Kamu didiagnosa Leukimia atau kanker darah”
“Nanti kalo orang tuamu datang suruh menghadap saya”
“Yang sabar dek ya”
Aku menoleh tak memperhatikan dokter tadi pergi, serasa ada embun di mataku, rupanya penyakit leukimia inilah yang selama ini yang merenggut kebebasanku, yang menghalangi aktivitasku. Tiba-tiba aku merasa gadis paling malang di dunia. Orang tuaku bercerai, ibuku sibuk dengan karirnya, tak pernah aku bisa berbicara dengannnya lebih dari lima menit kecuali relasinya selalu menginterupsi lewat telepon, kadang hanya hanya bertemu lewat sms, jika tak sempat pamit dia hanya bisa nitip pesan di meja riasku “Naila sayang ibu pergi dulu, mungkin pulangnya agak larut, makan yang banyak ya, peluk cium ibunda”, sedangkan ayahku?? Seingatku ia datang setahun lalu saat aku ulang tahun yang ke 19, bukan dengan fisiknya namun lewat karangan bunga yang bertuliskan “SELAMAT ULANG TAHUN SAYANG” bersama setumpuk hadiah, padahal bukan itu yang kuharapkan dari dia, saya butuh perhatiannya, ah.. mungkin aku terlalu berharap, tapi apa saya salah berkharap kasih sayang dari orang tua?? Aku seperti padang gersang yang berdoa akan turunnya hujan. Mungkin suatu saat aku meninggal ayah hanya akan datang dengan karangan bunga lagi yang bertuliskan “TURUT BERDUKA CITA”. Perasaanku makin sakit, perih, akhirnya semua perasanku saya tumpahkan. Aku rindu nenek ku, dengan keterbatasan fisiknya ia masih mampu menyayangiku, darinya lah aku belajar arti kasih sayang, sayang ia tak bisa hadir disini mengobati kerinduanku, mengusap kepalaku, membelai rambutku karena fisiknya tak membiarkannya pergi jauh berkendaraan.
Tok.Tok..Tok.. tiba-tiba ada yang mengetuk pintu,
“Masuk..” ucapku dengan nada berat sambil menyeka air mataku
“Selamat pagi mba naila, saya perawat jaga malam mau operan dengan perawat jaga pagi, sekalian juga mau jelaskan kondisi dan terapi mba naila ke rekan saya” ujar perawat berjilbab itu ramah
Saya Cuma mengangguk pelan dan memperhatikan sekilas perawat pria yang disampingnya, mukanya seperti asing, tidak seperti perawat lain yang bergantian menjagaku dan wajah mereka sudah familiar. Aku dengan seksama mendengarkan penjelasan ners Linda, seperti yang tertulis di papan namanya. Walau terkadang ada bahasa yang tidak kumengerti karena dia menjelaskan ke rekannnya dengan menyelipkan istilah kedokteran yang masih asing dan ribet di telingaku.
“Jadi mba Naila, pagi ini saya yang akan merawat mba, oh ya nama saya ners Fadhil, mulai sekarang juga saya yang akan menjadi perawat penanggung jawab mba, kalo mba butuh bantuan hubungi saya saja di Nurse station” ujar pria tadi dengan nada sopan namun penuh wibawa
“Ners Fadhil-nya baru datang mba dari Jogja habis pelatihan, makanya mungkin mba naila belum pernah lihat, tambahan lagi ners fadhil ini masih single lho mba” Ujar ners linda sambil tersenyum. Pria tadi Cuma tersenyum simpul.
*****

“Mba naila masih kuliah?” tanya ners fadhil suatu ketika saat ia sedang memasukkan injeksi intravena
“Iya” jawabku singkat
“Jurusan apa mba?” tanyanya lagi
“Ilmu komunikasi”
“Semester tiga ya sekarang?”
“Kok tahu”
“Cuma nebak aja” ujarnya tersenyum
Seperti biasa ia mengajakku bicara saat dia melakukan tindakan, membuatku tidak merasa jadi kelinci percobaan, terkadang juga tanpa saya minta ia menjelaskan untuk apa ia terapi itu dilakukan, obat yang diapakai gunanya apa. Ners Fadhil yang air mukanya begitu tenang, wajahnya putih bersih, jenggot tipis di ujung dagunya semakin menegaskan kelaki-lakiannya. Terkadang dengan sejenak mengajakku berbicara ia berhasil mengusir kesepian yang selama ini menggelayut seperti awan hitam yang akan menumpahkan hujan 100 hari. Ia seperti mengeluarkan senyawa yang membuatku betah dekat dengannya. Kekagumanku semakin bertambah dengan prilakunya yang sopan terhadap perempuan rekan kerjanya termasuk aku pasiennya. Pernah malam-malam aku terbangun dan ingin mencari udara segar, namun aku terhenti di pintu karena melihat dia berjaga sendirian di Nurse station ditemani mushaf kecilnya dengan lantunan suara tilawah yang sangat merdu. Dia bahkan tidak menyadari saat aku sudah berada dekat dengannya, aku sengaja lewat dekatnya agar ia melihatku, aku ingin lihat reaksinya.
“Mau kemana mba?” tanyanya kaget
“Mau cari angin” jawabku
“Aduh mba, ini sudah larut, harusnya mba istirahat, kembali ke kamar ya..”
pintanya
“Sebentar saja ya di luar, ngga apa-apa kan?”
“Maaf mba saya tidak bisa mengizinkan mba keluar”
“Iya deh” ketusku sambil memasang muka cemberut, walaupun sebenarnya aku senang karena dia menaruh perhatian.
Aku lalu berjalan kembali ke kamarku, namun baru beberapa langkah berjalan tiba-tiba pandanganku berputar, dan jalanku limbung, aku lalu mencari tempat berpegang namun tak kusangka lengan Fadhil telah dengan cekatan memegangku.
“Kenapa mba?” tanyanya cemas
“Entahlah, saya tiba-tiba pusing”
“Tuh kan saya bilang apa, saya antar ke kamar ya..”
Saya senang sekali saat itu, dia membimbingku sampai di kamar dan menyelimutiku. Terus terang saya menyukai Ners Fadhil, dari caranya berbicara dan memperlakukanku tapi saya yakin dia profesional, bukan memanfaatkan kesempatan karena kelemahan kondisiku karena yang saya lihat dia sangat berhati-hati, dia tidak akan menyentuhku kecuali itu memang terpaksa ia lakukan karena tuntutan terapi yang ia lakukan.
*****

“Leukimia itu apa sih?” tanyaku suatu ketika dia sedang mempersiapkan premedikasi kemoterapi
“Mmm gimana ya cara menjelaskannya?” ujarnya sambil menggaruk kepala
“Susah ya pertanyaannya?” tanyaku lagi
“Nggak sih, Cuma saya takutnya saya jelaskan dan mba ngga ngerti”
“Jelaskan aja, nanti saya coba jadi pendengar yang baik
“Begini, dalam tubuh kita ada yang disebut antibodi yang fungsinya melawan penyakit yang masuk atau yang disebut antigen, kayaknya sudah kita pelajari deh sejak SMP, ya kan?”
“He eh”
“Nah antibodi yang dimaksud disini adalah sel darah putih atau yang disebut leukosit, gampangnya si darah putih ini berfungsi seperti tentara yang akan menyerang pemberontak yang menyerang” dia kembali melanjutkan
“Nah, dalam kasus leukimia, tiba-tiba jumlah sel darah putih ini meningkat drastis”
“Kok bisa?” selaku memotong penjelasannya
“Ada banyak faktor sih, bisa karena gen, bisa karena radiasi, tapi sebagian besarnya belum diketahui penyebabnya apa, dalam ilmu kedokteran kami menyebutnya idiopatik”
“Nah karena jumlahnya banyak dan nggak ada musuh saat itu, si sel darah putih jadinya kurang kerjaan, dia mulai menyerang sel lain yang sehat hal inilah yang disebut autoimun dimana tubuh memakan sendiri bagian tubuh yang lain, begitu kira-kira penjelasannya mba” ujarnya sambil sedikit tersenyum
“Ooo...” ujarku sambil mengangguk”
“Mba sering batuk kan?”
“Iya” jawabku
“Batuknya itu karena sel darah putih itu menyerang paru-paru mba”
“Olehnya itu kami berikan kemoterapi untuk menekan pertumbuhan sel kemoterapi yang tidak terkendali, namun karena obat kemoterapi obat keras maka efeknya sampingnya juga tinggi, misalnya rambut mba akan gugur selama kemoterapi, tapi nanti bakalan tumbuh lagi kok”
“Kira-kira saya masih bisa sembuh nggak?” ucapku sambil menatap langit-langit kosong Dia menghentikan tindakannya, menatapku sejenak lalu menghela nafas panjang
“Mba Naila..., yang namanya sembuh bukan wewenang kami tenaga kesehatan, kami cuma berusaha sebaik yang kami bisa, permasalahan apa nanti mba sembuh atau tidak itu hak prerogatifnya Allah, kita Cuma bisa berikhtiar, itulah kenapa kita selalu diajari mengucapkan Innalillhai wa innailaihi rojiuun, segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepadanya, penyakit itu musibah mba, maka mintalah kesembuhan pada-Nya”
Aku terdiam menatapnya, bukan hanya terapi sebagai tenaga kesehatan yang bisa ners fadhil berikan padaku tapi juga dukungan spiritual, kapan orang tuaku terakhir kali berkata hal yang sama kepadaku?, mengajariku agama, bahkan saya sudah tidak ingat lagi. Tiba-tiba saya merasa begitu kecil di hadapannya, pantaskah saya mengharapkannya? Pantaskah saya merindukannya?.
*****

“Kriteria calon istri mas Fadhil kayak gimana sih” tanyaku iseng suatu saat
“Kok nanyanya kayak gitu?” jidatnya berkerut
“Kenapa, nggak boleh”
“Mmm.. aneh saja, kok tiba-tiba nanya masalah itu?”
“Dijawab saja kenapa?”
“Sebenarnya pertanyaan mba privat sekali, saya jawab secara umum saja ya”
Aku menganggup penasaran
“Kriteria saya cuman tiga, pertama kalo saya lihat saya senang, kedua kalo saya perintah ia taat, ketiga kalo saya tinggalkan ia bisa menjaga diri”
“Itu aja? Ga ada yang lain? Gak mau yang cantik misalnya?’
“Cantik itu di rasa mba bukan di bendanya, kalo saya senang sama dia, kalo saya suka lihat dia, dia itu cantik bagi saya.”
“Nggak mau yang pake jilbab?”tanyaku hati-hati
“Hi..hi.. kalo yang kayak gitu nggak usah dibilang mba, seperti masak misalnya, nggak usah disebutkan kan?”
“Intinya Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah istri solehah, kata kuncinya solehah, sudah ya” ujarnya segera bergegas
Sepertinya dia tahu saya sedang berusaha mengorek-ngorek info dari dia
*****

Ners fadhil yang baik
Engkau selama ini kuanggap berhasil mengisi suatu ruang dalam hatiku,
Menjadi sosok lelaki panutan, hal yang tidak kudapatkan dari ayahku.
Engkau seperti embun yang membasahi hatiku yang dahaga,
Aku merasa hidup tidak lama lagi, sejak kemoterapi terakhir aku merasa semakin lemah, apakah sebentar lagi aku akan menghadapmu Tuhan?
Bisakah engkau bermurah hati Tuhan?
Memanjangkan umurku sedikit saja, aku ingin engkau melihatku sembuh, aku ingin memperbaiki diri, aku ingin memakai jilbab seperti anjuranmu.
Tapi jika Engkau tidak memberikan waktu lagi untukku Tuhan,
Aku akan menunggunya,
Aku akan terus menunggunya
Meskipun dia tidak tahu bahwa aku menunggunya
Ruang rinduku akan selalu kubuka untuknya
Meski kerinduan itu harus kubawa ke alam lain
Aku tetap akan menunggunya....
Aku tidak sanggup lagi melanjutkan tulisan di diariku, nafasku semakin sesak, pandanganku berputar, kucoba meraih tombol alarm untuk memanggil petugas, kucoba sekuat tenaga melawan sakit yang sangat, kemudian sejenak aku merasa ringan.. ringan sekali...

Pengumuman hasil tes wawancara Beastudi ETOS Makassar

Posted by Lentera on Kamis, 27 Mei 2010 , under | komentar (0)



Berikut ini adalah nama-nama peserta tes wawancara Beastudi ETOS Makassar yang dinyatakan lulus interview, bagi adek-adek yang belum lulus jangan bersedih hati, mungkin lain waktu masih ada kesempatan . Selanjutnya Bagi Adek-adek yang lulus, kami ucapkan selamat dan belajar giat untuk menghadapi SNMPTN dan kami harap bagi sudah mendaftar SNMPTN agar mengirimkan nomer ujian tes disertai nama dan asal sekolah. Bagi adek pendaftar etos yang lulus bidik Misi, POSK, JPBB mohon juga konfirmasi ke kami.

No. Nama Asal Sekolah
1 Alfia Patandungan MAN BARAKA ENREKANG
2 Anaruddin SMAN 1 Barru
3 Andi Tenriawaru MAN 2 Model Makassar
4 Angraeni SMAN 1 Bone-Bone
5 Arnis Marselina SMAN 1 LEMBANG PINRANG
6 ASBAHAR SMAN 1 MAMUJU
7 Asbar Hamzah SMAN 1 Alla Enrekang
8 Athirah Pratiwi SMAN 1 Sinjai Selatan
9 Baharuddin SMAN 1 LEMBANG PINRANG
10 Besse Ummul Khair MAN Pompanua Bone
11 BQ.SRI WAHYUNINGSIH MAN 1 PRAYA NTB
12 CELSIA KALSUM SMAN 1 BUA LUWU
13 Desi Arini Lestari P SMAN 1 Bone-Bone
14 DEWI MUSTABSYIRAH SMU 1 MATIROSOMPE PINRANG
15 Eka Verawati SMAN 1 Sape
16 FITRIANI SMAN 1 MASAMBA LUTRA
17 FITRIWATI SMAN 1 TOMONI LUTIM
18 Hadriani SMAN 1 Mandai
19 Haerani SMAN 1 AWANGPONE BONE
20 Hamriati Hamzah SMAN 1 LEMBANG PINRANG
21 Handayani MAN 3 Makassar
22 Hasanuddin SMAN1 Sinjai Timur
23 HASLINDA SMAN 1 MASAMBA LUTRA
24 Hasnah SMAN 1 LEMBANG PINRANG
25 Hasni SMKN 3 Takalar
26 Hasniati SMAN 2 Binamu
27 HENRI SMAN 1 TAMALATEA JNP
28 Herni SMK 1 Malili
29 Ikram Susanto SMAN 1 Alla Enrekang
30 Irdianti SMAN 1 Pangsid
31 Irmawati SMAN 1 Barru
32 JUNAEDI SMAN 1 GALESONG UTARA
33 Jannati SMAN 1 DUAMPANUA PINRANG
34 JUMRANG SMK NEGERI 1 PINRANG
35 Juwita SMAN 1 Belopa
36 KHAERUL AMRI SMAN 1 SINJAI TIMUR
37 Kiki Musliati SMAN 2 Palopo
38 Megawati SMAN 1 Malua
39 Mirnawati SMAN 1 Barru
40 MUH NUR IMAM AKBAR N PONPES SAMATA GOWA
41 Muh. Anwar SMKN 1 Bungoro Pangkep
42 Muh. Ilyas AN MA Al Mubarak DDI Tabarakka
43 Muh. Mudir Akrab MA Al Hikmah
44 Muh.Fadli SMAN 1 LEMBANG PINRANG
45 MUH.IBRAHIM SALEH MAN BARAKA ENREKANG
46 Muh.Nur Ilman Ruknuddin SMAN 1 Lembang
47 MUH.RAHMAN SYAH SMAN 1 KAJANG BULUKUMBA
48 Muhammad Suardi SMAN 1 Marusu
49 Mukammil MA Darul Istiqomah Puce'e
50 MURNI SMU 1 MATIROSOMPE PINRANG
51 MUSDALIFAH SMAN 1 MANGKUTANA LUTIM
52 NURAISYAH SMAN 1 MAROS
53 Nurjannah MA Junaidiyah Luwu
54 Nurlina SMAN 1 DUAMPANUA PINRANG
55 Nurlina SMAN 1 AWANGPONE BONE
56 Rahmawati SMAN 1 AWANGPONE BONE
57 Rapiah Tulhikmah SMAN 1 Galesong Selatan
58 Reski Olivia Duri SMA 1 Anggeraja
59 Rian SMAN 1 Bua Luwu
60 Riki Dermawan SMAN 1 Sukamaju Luwu
61 Risnawati SMAN 1 DUAMPANUA PINRANG
62 RITA FATIMA MA ALFALAH
63 Rosdiaman SMAN 1 Liliriaja
64 Rosmilasari SMA 1 Malua
65 RUSLAN SMKN 3 TAKALAR
66 RUSTAN SMAN 1 SINJAI SELATAN
67 Sakariah SMAN 2 Maros
68 Samania Ayu Sari Intang SMAN 1 Takalar
69 Sammawati SMAN 1 Mattirosompe
70 SARTRIANI SMAN 3 TAKALAR
71 Sitti Kartini SMAN 2 Binamu Je'neponto
72 sri trisnawati SMKN 1 LUWUK BANGGAI SULTENG
73 Suarni Sata SMAN 2 Binamu Je'neponto
74 Sudirman MA Muhammadiyah Panaikang
75 SULAEMAN SMAN 1 BARRU
76 Sumarni MAN Binamu Jeneponto
77 Sunarti Dampang SMU 3 Takalar
78 Surianti SMUN 18 MAKASSAR
79 Sutina Irhas Ciana SMAN 2 PASAR WAJO SULTRA
80 Syahiruddin SMK Neg.1 Bantaeng
81 Syamsinar MAN Binamu Jeneponto
82 Titik Puspasari SMU 1 Sinjai Borong
83 UMMI KALSUM SMAN 1 BONE-BONE LUTRA
84 Wahidah SMAN 1 Sinjai Timur
85 A. Jaya MAN Binamu Je'neponto
86 ABDUL RAHIM SMAN 1 SEBATIK KALTIM
87 Adi Slamet SMAN 1 Bone-Bone
88 AGUS SUTISNA MA AL-HIKMAH BARAS III MATRA SULBAR
89 AHMAD MASRI SMU 1 MATIROSOMPE PINRANG
90 Alias N. SMAN 1 MALUA ENREKANG
91 Amalyah febriyanti SMUN 18 MAKASSAR
92 Ambo Tang SMAN 1 Maniangpajo
93 Andi Reskianti Wardani SMAN 1 Sinjai Timur
94 Asma Susanti SMAN 2 Binamu Je'neponto
95 Asmira B MAN Binamu Je'neponto
96 Asri Ashari Syam SMK Keperawatan Husada
97 Budiani Ana SMAN 1 Lakudo Buton
98 DAHRUL ALAMSYAH SMKN 1 BIMA NTB
99 DIAN FITRIANY SMK 1 WATANG PULU MAROS
100 Fifit Chandra MAN 3 Makassar
101 Hajriana SMAN 1 Belopa
102 HAMRIANI SMAN 1 TAKALAR
103 HAMSIATI SMAN 2 BINAMU JNP
104 Hardiana MAN 1 Bone-Bone
105 HASANUDDIN SMKN 8 TEKNOLOGI JNP
106 HISMAWATI ANIWAR SMAN 1 TAMALATEA JNP
107 Ika Purwinda Ridwan SMAN 1 LEMBANG PINRANG
108 Irsan SMKN 1 Bantaeng
109 Jamil MAN Binamu Je'neponto
110 Jasriah Jasman MAN Baraka Enrekang
111 Jusmaeni SMAN 1 Barru
112 KASMAWATI MA MUH PANAIKANG BANTAENG
113 LISTIKA SUSILAWATI MAN 1 PRAYA NTB
114 Muh. Akhsa SMAN 2 Bua Panrang
115 Muh. Arfah SMAN 1 galesong selatan
116 MUH. HUSAENI SMAN 1 POLMAN
117 NASRUDDIN PONPES SAMATA GOWA
118 NIRMALASARI SMA LASINRANG PINRANG
119 Nurheni Sawarti SMAN 1 Sape
120 Nurullah MAN Binamu Jeneponto
121 RAHMI MUSTAFA SMAN 1 UNGGULAN PALOPO
122 Ramlah G. MAN Binamu Jeneponto
123 Risal SMAN 1 Tamalate
124 ROSMIATI SMAN 1 GAL SEL TAKALAR
125 Saeful Bahri SMK 1 Bulukumba
126 SAMIUN PATI SMA COKROAMINOTO
127 SIDAR SMAN 2 TAKALAR
128 ST.HATIJAH ARSYAD MAN 1 MAKASSAR
129 Suharni SMAN 1 Galesong Utara
130 SYAHRUL RAUF SMAN 1 POLEANG TIMUR SULTRA
131 Syahrullah Rahmat SMKN 8 Jeneponto
132 SYAMSUL ALAM SMAN 1 TAMALATEA JNP
133 TOMMY SMAN 1 BELOPA LUWU
134 Wira Handayani SMAN 1 Unggulan Kamanre
135 Yuslin SMA N 2 PASAR WAJO SULTRA
136 ZULFIAH MAN PANGKEP