Latest News

"Maaf dek boleh saya lewat?"

Posted by Lentera on Rabu, 16 November 2011 , under | komentar (0)



“SIAAAP GRAK !!! LENCANG DEPAAAN GRAK !!! TEGAAAAK GRAK !!!” demikian teriakan lantang komandan peleton menyiapkan barisan dalam rangka apel siang Mahasiswa Akademi Keperawatan Bhayangkara. Lima menit berlalu, suara komandan peleton pun serak dan mulai sedikit emosi karena frustasi dengan barisan rekannya yang masih amburadul.

Aku tersenyum melihat prilaku mahasiswa yang terkadang mesti tiap hari ditegur Pembina karena dianggap masih tidak disiplin dalam barisan. Dalam hati Aku berkata “Barisanku dulu lebih rapi dibanding adek-adek sekarang”, sesaat kemudian pikiranku menerawang jauh kebelakang sekitar dua belas tahun yang lalu.

Hari itu Aku memakai seragam putih-putih SPK Polri Bhayangkara. Aku masih nervous saat menghirup udara dan menginjakkan kaki di Bangsal Laki Rumah Sakit Bhayangkara, maklumlah ini kali pertama Aku masuk jaga sebagai siswa setelah selesai ujian semester. Perasaan seperti ini biasanya wajar saat hari pertama, kikuk dan tidak tahu harus berbuat apa. Setelah mendapatkan orientasi secukupnya dari kepala ruangan lalu beliau menjelaskan hal yang harus kami kerjakan. Hari pertama kami tidak diisi dengan mengukur tanda vital pasien, memberikan injeksi ataupun mengganti perban seperti yang sering perawat lakukan, Melainkan menyapu ruangan, mengepel, membersihkan WC, melap kaca dan membersihkan sarang laba-laba, jauh dari yang kami pelajari di bangku sekolah sebagai calon perawat karena yang kami kerjakan adalah pekerjaan janitor alias cleaning service. Hal yang kemudian kusadari keliru ketika Aku memasuki bangku Universitas, bahwa perlakuan demikian sesungguhnya melecehkan profesi perawat, namun apa daya kami waktu itu, sebagai plat merah tanda siswa paling junior itupun masuk jaga untuk kali pertama kami harus rela mengerjakan hal yang paling tidak diinginkan.
“Kalian terlebih dulu harus terampil memegang tangkai pel sebelum saatnya kalian memegang spoit dan tangkai infus” demikian pernyataan feodal senior menambah lengkap penderitaan kami hari itu. Pfiuh…

Aku kebagian mengepel bagian Interna dan pelataran bangsal, luasnya bangsal membuatku serasa mengepel lapangan sepakbola. Untunglah saat bekerja gerbang depan ditutup dan semua penjaga pasien diminta keluar area rumah sakit. Sehingga tidak ada orang yang lalu lalang dan membuat lantai yang basah semakin kotor. Gerah dan berkeringat namun Aku senang karena akhirnya kerjaan itu akhirnya selesai, kulipat ujung baju serta membuka kancing bagian atas karena kepanasan lalu melapor ke pegawai bangsal bahwa tugasku telah rampung.
“Bagus, sekarang karena kamu keringatan mungkin baiknya tidak usah kepasien dulu takutnya pasien mencium bau keringatmu” kata pegawai bangsal sambil tersenyum
“Istirahat saja dulu dek disana, ngadem sambil nonton TV, tutup pintu trus jangan lupa pasang tanda lantai basah di depan” sahut pegawai lain
“Baik pak” jawabku.

Aku memasang tanda lantai basah, menutup dan mengunci pintu, baju dinasku kutanggalkan karena gerah, duduk sambil menyalakan TV dan kipas. Semilir angin dari kipas membuatku rileks, kaki kuselonjorkan sambil menyetel channel TV. Namun baru beberapa saat Aku bersantai ria tiba-tiba terdengar bunyi “Tok..tok..tok..” dari pintu yang tadi kukunci
“lewat samping pak kalau ada keperluan, lantai masih basah habis dipel” teriakku
“Ni orang ga bisa baca ya tanda yang tadi kupasang?” gumamku

“Tok..tok..tok..” masih terdengar pintu diketuk
“Lewat samping pak, lantai basah” kembali Aku mengulang teriakanku dengan sedikit kesal

“Tok..tok..tok..”
“LEWAT SAMPING WOII” !!! Aku mulai marah

“Tok..tok..tok..”
“ni orang ngajak ribut nih” gumamku sambil bangkit dari tempat duduk.

Aku berjalan menuju pintu, kubuka dengan paksa pintu itu dan niatku ingin mendamprat habis-habisan orang yang dari tadi mengetuk pintu
“awas ya” gumamku
“KRAAK” suara pintu berteriak karena kutarik kasar
Kemarahanku sudah memuncak, ingin kutumpahkan semua kekesalanku pagi ini kepada orang yang seperti tidak menghargai hasil keringatku. Tapi…
“Astaghfirullah”…. Aku terperanjat kaget…

Orang yang dari tadi mengetuk pintu adalah seorang pria yang tinggi besar…

pria itu juga seorang polisi…

tidak hanya polisi namun dia juga perwira menengah selevel Kapolwiltabes Makassar…

penderitaan Aku tidak hanya berhenti disitu karena polisi berpangkat Komisaris Besar itu juga adalah DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT BHAYANGKARA !!!....

Aku adalah seorang mahasiswa tingkat satu, baru pertama kali masuk jaga dan berani-beraninya memarahi direktur rumah sakit tempat Aku bernaung. Jika anda diposisi Aku saat itu apa yang anda bayangkan?

Dihukum… Cuma satu kata itu yang diproduksi otakku kala itu. Menyaksikan orang ditegur keras bahkan dimarahi adalah pemandangan biasa di rumah sakit polisi ini. Bahkan pada level siswa disuruh push-up dan jalan jongkok adalah hal lumrah. Pikiranku berkelebat kemana-mana, membayangkan dimarahi habis-habisan. Dihukum, ditampar bahkan sampai di sekolah pun jatahku masih ditambah dengan dijemur hormat bendera dan sebagainya.

“Hufft…” Kuhela nafas panjang tanda sudah pasrah
“:Aku memang pantas dihukum” gumamku

Suasana masih hening karena sedari tadi pikiranku melayang kemana-mana, waktu berjalan sangat lambat sampai kurasa detak jantungku sendiri bisa kudengar bahkan lalat pun terbang di dekatku dalam keadaan slow motion. Saat Aku masih tertunduk kaku, menunggu hukuman apa yang akan Aku terima tiba-tiba terdengar “Maaf dek, boleh saya lewat”

Aku menoleh mencari asal suara itu. Namun yang kusadari Aku hanya berdua dengan pak direktur. Berarti…. Yang mengucapkan itu adalah…. ???
Lidahku tercekat, mulutku terbuka namun tak satu pun kata terucap tanda kaget luar biasa, Aku baru berani mendongakkan kepala menatap orang nomor satu di rumah sakit itu.
Melihatku kaget pria tadi tersenyum lalu kembali mengucap
“Maaf dek, boleh saya lewat?”
“Si….Si….Silahkan dok” entah kena guna-guna dari mana tiba-tiba Aku mengidap penyakit gagap
“Kerja bagus anak muda” kata pria itu sambil menepuk pundakku

Dadaku serasa plong, sesak yang menggantung seketika hilang, namun tetap saja merasa tidak enak. Ketika kisah ini Aku ceritakan ke semua yang jaga pagi hari itu, semuanya terpingkal-pingkal tertawa sambil megang perut, Aku hanya bisa tersenyum nyiyir. Namun ada beberapa hal yang kudapat dari peristiwa itu.

Pertama tentang kepemimpinan. Ya.. Drg. Peter Sahelangi hari itu mengajari ku tentang kepemimpinan. Bab menjadi pemimpin yang tidak hanya bisa menyuruh atau menegur bawahan diperagakan beliau. Pemimpin juga harus bisa mengayomi dan menghargai bawahan, bahkan untuk selevel ku yang sebenarnya tidak punya ikatan apa-apa dengan Rumah Sakit Bhayangkara karena masih berstatus siswa. Bab lain adalah indahnya memaafkan, sekali lagi bukti bahwa memohon maaf tidak menjadikan kita hina dan memberi maaf mengangkat kita menjadi mulia.

Pada saat kisah ini kutuliskan sebuah pikiran konyol lewat di pikiranku. Selentingan itu berbunyi “Mungkin Akulah orang satu-satunya di bhayangkara yang berani memarahi direktur utama” ^_^

Akper Bahayangkara 17112011
Selesai pukul 14 : 20
Tulisan ini kupersembahkan untuk semua perawat khususnya alumni SPK Polri Bhayangkara Angkatan XIX. Miss You All Guys

"Terima Kasih OM"

Posted by Lentera on Selasa, 15 November 2011 , under | komentar (0)



Waktu sudah menunjukkan jam 11 siang, setelah cuci motor, makan siang lalu sholat Aku mulai bersiap menuju kantor. Hari ini adalah hari bersejarah, setelah sekian lama aku berdiam di rumah bengong nggak ada kerjaan maka mulai saat ini gelar pengangguran resmi kutanggalkan, ya hari ini adalah hari pertama aku masuk kerja.

Kupacu Honda Beat putihku menuju Akademi Keperawatan Bhayangkara Makassar, jalur yang kutempuh adalah Jalan Barombong yang tembus menuju Pantai Losari. Jalur ini lebih pendek jika dibandingkan lewat Sungguminasa, waktu tempuh pun lebih sedikit dan bebas macet. Sepanjang perjalanan kita disuguhi bermacam pemandangan, mulai dari persawahan hijau yang sebagian besar sudah dikuasai dan diberi patok oleh mafia developer,. Arah bisnis real estate memang berkembang pesat kearah selatan kota apalagi setelah maket Stadion Barombong di Launching di Koran, para pemilik modal berlomba mengangkangi sawah petani dengan iming-iming setumpuk rupiah maka pemandangan truk raksasa berseliweran mengangkut tambang galian C menimbun tanah yang kelak menjadi kompleks perumahan menjadi hal lumrah sekaligus merusak jalan aspal karena kelebihan tonase.

Selanjutnya kita disuguhi view pinggir laut dengan garis pantai yang panjang dan kilauan indah biru laut, pepohonan hijau yang rindang lengkap dengan semilir angin, tak lupa kita akan melalui jembatan barombong dengan bentangan terpanjang di Sulawesi selatan membelah muara sungai jeneberang, dibawahnya berbaris rapi kapal para nelayan yang sedang bersandar dan terakhir perumahan elit tanjung bunga, Mall GTC, Pantai Akkarena dan tentu saja ikon baru kota Makassar Trans Studio berada dijalur ini semakin melengkapi kenyamanan berkendara di jalan ini.

Namun ada satu hal lagi yang membuat aku lebih menikmati berkendara di area ini. Anak sekolah yang selalu ramai pulang sekolah. Jadwal masuk kampusku memang masuk siang sehingga jika melewati jalur lingkar tersebut bertepatan dengan jam anak SMP 15 pulang sekolah. Sayangnya semangat calon penerus bangsa tersebut harus dihadapkan bahwa jalan Barombong yang menuju ke Tanjung Bunga tersebut bukanlah jalur yang dilewati angkutan umum. Sehingga mereka mengandalkan belas kasihan pengguna jalan yang mungkin mau sebentar menepi sekedar memberi tumpangan jika mereka ingin kesekolah atau pulang kerumah. Terkadang aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri siswa tersebut berjalan kaki pulang di siang terik sejauh 5 km. LUAR BIASA perjuangan mereka menempuh pendidikan, melanjutkan tradisi akademik keluarga mereka yang sebagian besar orang tuanya bekerja sebagai nelayan, petani ataupun penjual sayur.

Satu hal lagi, bahwa seusia mereka, remaja tanggung yang sangat memperhatikan penampilan. Fase yang mereka jalani sekarang adalah fase genital menurut tokoh psikologi Erikson, dimana mulai ada kecenderungan terhadap lawan jenis maka tak jarang kita akan menemui ABG yang sangat “gengsi” karena tak ingin terlihat miskin di depan temannya apalagi depan si “dia”. Tapi semua itu mereka terobos, stigma itu mereka labrak, terik mentari serta panas aspal bukanlah halangan, peluh dan senyum mereka menjadi saksi perjuangan heroik para bibit bangsa berikhtiar memperbaiki hidup lewat jalur pendidikan. Ironi, semangat mereka harus dihadapkan pada ketidakmampuan pemerintah menyediakan angkutan sekolah bagi siswa tersebut.

Sekali lagi ironi, di negeri kaya raya ini, di negeri gemah ripah loh jenawi ini mungkin dana untuk bus anak sekolah sudah habis dikorupsi pejabat atau dipake studi banding anggota dewan, jika pak presiden SBY melihat hal ini bisa jadi akan muncul lagu baru lagi dari beliau, ataukah melaunching sekuel buku lain di luar negeri bercerita kehebatan kepemimpinannnya mengelola anggaran dana pendidikan sebesar 20%.

Ah, tak ada gunanya mengutuki ketidak becusan pemerintah mengelola bumi pertiwi, mungkin lebih baik kita sendiri berintrospeksi apa yang sudah kita berikan terhadap bangsa ini?, akankah kita juga tetap menjadi bagian yang membebani tumpah darah Indonesia? Aku sendiri mencemooh diri sendiri yang tidak bisa membantu pihak sekolah untuk menyediakan armada angkutan bagi para siswa. Dalam hati aku berdoa “Ya Allah jadikanlah aku hambamu yang punya kekuatan menolong saudara yang membutuhkan bantuanku”.

Hari ini kembali kujumpai pemandangan seperti biasa, anak-anak berseragam putih biru berderet di pinggir jalan melambaikan tangan tanda meminta tumpangan, aku menepikan motor sambil mempersilahkan dua orang duduk di boncengan belakang. Dalam perjalanan terkadang aku mencoba ramah dengan bertanya nama mereka siapa, kelas berapa dan tinggal dimana. Dekat jembatan boncenganku tersebut menepuk bahu tanda ingin turun. “Terima kasih om” hal yang selalu mereka ucapkan sambil tersenyum ketika turun dari kendaraan lalu berlari riang. Aku senang bisa membantu mereka, kemudian kutuliskan kisah ini bukan untuk menunjukkan betapa baiknya aku, bukan untuk pamer, riya’ apalagi ujub karena semuanya akan sia-sia dimata Allah, Namun aku yakin ini adalah sebuah kebaikan, aku ingin siapapun yang lewat sana bisa berbagi tumpangan dan berbagi kebaikan, lantas kebaikan itu insya Allah akan kembali ke diri kita dalam bentuk kebaikan yang lain.

Wallahulalam bisshowab
Akper Bhayangkara Makassar
Selesai 03112011 sesaat sebelum azan ashar berkumandang