"Terima Kasih OM"
Waktu sudah menunjukkan jam 11 siang, setelah cuci motor, makan siang lalu sholat Aku mulai bersiap menuju kantor. Hari ini adalah hari bersejarah, setelah sekian lama aku berdiam di rumah bengong nggak ada kerjaan maka mulai saat ini gelar pengangguran resmi kutanggalkan, ya hari ini adalah hari pertama aku masuk kerja.
Kupacu Honda Beat putihku menuju Akademi Keperawatan Bhayangkara Makassar, jalur yang kutempuh adalah Jalan Barombong yang tembus menuju Pantai Losari. Jalur ini lebih pendek jika dibandingkan lewat Sungguminasa, waktu tempuh pun lebih sedikit dan bebas macet. Sepanjang perjalanan kita disuguhi bermacam pemandangan, mulai dari persawahan hijau yang sebagian besar sudah dikuasai dan diberi patok oleh mafia developer,. Arah bisnis real estate memang berkembang pesat kearah selatan kota apalagi setelah maket Stadion Barombong di Launching di Koran, para pemilik modal berlomba mengangkangi sawah petani dengan iming-iming setumpuk rupiah maka pemandangan truk raksasa berseliweran mengangkut tambang galian C menimbun tanah yang kelak menjadi kompleks perumahan menjadi hal lumrah sekaligus merusak jalan aspal karena kelebihan tonase.
Selanjutnya kita disuguhi view pinggir laut dengan garis pantai yang panjang dan kilauan indah biru laut, pepohonan hijau yang rindang lengkap dengan semilir angin, tak lupa kita akan melalui jembatan barombong dengan bentangan terpanjang di Sulawesi selatan membelah muara sungai jeneberang, dibawahnya berbaris rapi kapal para nelayan yang sedang bersandar dan terakhir perumahan elit tanjung bunga, Mall GTC, Pantai Akkarena dan tentu saja ikon baru kota Makassar Trans Studio berada dijalur ini semakin melengkapi kenyamanan berkendara di jalan ini.
Namun ada satu hal lagi yang membuat aku lebih menikmati berkendara di area ini. Anak sekolah yang selalu ramai pulang sekolah. Jadwal masuk kampusku memang masuk siang sehingga jika melewati jalur lingkar tersebut bertepatan dengan jam anak SMP 15 pulang sekolah. Sayangnya semangat calon penerus bangsa tersebut harus dihadapkan bahwa jalan Barombong yang menuju ke Tanjung Bunga tersebut bukanlah jalur yang dilewati angkutan umum. Sehingga mereka mengandalkan belas kasihan pengguna jalan yang mungkin mau sebentar menepi sekedar memberi tumpangan jika mereka ingin kesekolah atau pulang kerumah. Terkadang aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri siswa tersebut berjalan kaki pulang di siang terik sejauh 5 km. LUAR BIASA perjuangan mereka menempuh pendidikan, melanjutkan tradisi akademik keluarga mereka yang sebagian besar orang tuanya bekerja sebagai nelayan, petani ataupun penjual sayur.
Satu hal lagi, bahwa seusia mereka, remaja tanggung yang sangat memperhatikan penampilan. Fase yang mereka jalani sekarang adalah fase genital menurut tokoh psikologi Erikson, dimana mulai ada kecenderungan terhadap lawan jenis maka tak jarang kita akan menemui ABG yang sangat “gengsi” karena tak ingin terlihat miskin di depan temannya apalagi depan si “dia”. Tapi semua itu mereka terobos, stigma itu mereka labrak, terik mentari serta panas aspal bukanlah halangan, peluh dan senyum mereka menjadi saksi perjuangan heroik para bibit bangsa berikhtiar memperbaiki hidup lewat jalur pendidikan. Ironi, semangat mereka harus dihadapkan pada ketidakmampuan pemerintah menyediakan angkutan sekolah bagi siswa tersebut.
Sekali lagi ironi, di negeri kaya raya ini, di negeri gemah ripah loh jenawi ini mungkin dana untuk bus anak sekolah sudah habis dikorupsi pejabat atau dipake studi banding anggota dewan, jika pak presiden SBY melihat hal ini bisa jadi akan muncul lagu baru lagi dari beliau, ataukah melaunching sekuel buku lain di luar negeri bercerita kehebatan kepemimpinannnya mengelola anggaran dana pendidikan sebesar 20%.
Ah, tak ada gunanya mengutuki ketidak becusan pemerintah mengelola bumi pertiwi, mungkin lebih baik kita sendiri berintrospeksi apa yang sudah kita berikan terhadap bangsa ini?, akankah kita juga tetap menjadi bagian yang membebani tumpah darah Indonesia? Aku sendiri mencemooh diri sendiri yang tidak bisa membantu pihak sekolah untuk menyediakan armada angkutan bagi para siswa. Dalam hati aku berdoa “Ya Allah jadikanlah aku hambamu yang punya kekuatan menolong saudara yang membutuhkan bantuanku”.
Hari ini kembali kujumpai pemandangan seperti biasa, anak-anak berseragam putih biru berderet di pinggir jalan melambaikan tangan tanda meminta tumpangan, aku menepikan motor sambil mempersilahkan dua orang duduk di boncengan belakang. Dalam perjalanan terkadang aku mencoba ramah dengan bertanya nama mereka siapa, kelas berapa dan tinggal dimana. Dekat jembatan boncenganku tersebut menepuk bahu tanda ingin turun. “Terima kasih om” hal yang selalu mereka ucapkan sambil tersenyum ketika turun dari kendaraan lalu berlari riang. Aku senang bisa membantu mereka, kemudian kutuliskan kisah ini bukan untuk menunjukkan betapa baiknya aku, bukan untuk pamer, riya’ apalagi ujub karena semuanya akan sia-sia dimata Allah, Namun aku yakin ini adalah sebuah kebaikan, aku ingin siapapun yang lewat sana bisa berbagi tumpangan dan berbagi kebaikan, lantas kebaikan itu insya Allah akan kembali ke diri kita dalam bentuk kebaikan yang lain.
Wallahulalam bisshowab
Akper Bhayangkara Makassar
Selesai 03112011 sesaat sebelum azan ashar berkumandang
Currently have 0 komentar: