Latest News

Aku Ingin jadi dokter

Posted by Lentera on Rabu, 07 Juli 2010 , under | komentar (0)



Waktu itu sekitar pukul 01.30 malam, penyakit ginjal yang diderita ibu kembali kambuh. Di pangkuan Ayah ibu meringis kesakitan, aku hanya bisa menangis saat itu, sejuta perasaan takut menggelayut di pikiranku, takut kalau ibu akan meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Sesaat kemudian ibu tidak sadarkan diri, melihat keadaan ibu yag seperti itu tanpa berpikir lagi aku berlari, pintu kulabrak, aku bahkan lupa memakai alas kaki karena yang ada dipikiranku Cuma satu, rumah pak mantri.
Jarak seratus meter yang harus kutempuh terasa sangat jauh karena ketegangan yang kurasakan , sampai di pintu kugedor- gedor rumah beliau,
“Ada apa dek?” dengan ekspresi kaget dia bertanya
Aku tak sanggup lagi berkata apapun. Nafas yang memburu, sesenggukan tangis serta pikiran kalut semuanya bercampur jadi satu, aku Cuma bisa menunjuk ke arah rumah.

Setelah memeriksa ibu lalu memberikan obat pak mantri mengatakan bahwa Insya Alah ibu akan baik-baik saja. Mendengar hal tersebut kami menjadi lebih tenang, dan sikap pak mantra sangat tenang menghadapi pasiennya, seperti seorang actor piawai yang memainkan opera. sejak kejadian itu Aku menyimpan sebuah mimpi, sebuah keinginan kuat untuk menjadi seorang dokter.

***

Hari ini aku pertama kali menginjakkan kaki di SMA, sebuah fragmen penuh warna, yang kata banyak orang masa indah tak terlupakan, apalagi karena aku berhasil bergabung di sekolah favorit tingkat kabupaten
“Mulai sekarang aku akan giat belajar, agak aku bisa bersaing, agar aku menjadi orang yang berilmu dan paling penting adalah mencapai cita-cita yang aku impikan”
Sebuah kesyukuran besar buatku bisa menjadi bagian dari sekolah ini, tahun pertama kujalani dengan bahagia karena memiliki teman yang percaya dan mendukungku dalam banyak hal, di tahun ini pula aku mulai mengenal dunia tarbiyah, mulai mengerti bagaimana seharusnya seorang hamba Allah menjalani kehidupan diatas muka bumi, berkumpul dengan saudari-saudari seiman saling mengingatkan agar selalu berada dalam koridor yang benar.

Hampir tiga tahun aku bersekolah di SMU, sebentar lagi kami akan menghadapi ujian akhir sekolah dan meneruskan ke perguruan tinggi. Hampir tiap hari teman-temanku begitu semangat membicarakan tentang rencana tempat kuliah mereka, membicarakan pilihan masa depan, aku hanya bisa tersenyum tatkala mereka bertanya tentang rencana studi ku. Pikiran itu terus menerus hinggap di pikiranku, membuatku kadang menangis dalam kesendirianku, aku kini jadi lebih pendiam.
Suatu hari sepulang sekolah aku memberanikan diri untuk menceritakan tentang keinginanku kuliah di UNHAS Makassar di hadapan ibu ayahku, mereka dengan seksama mendengarkan penjelasanku, lalu mereka tersenyum getir, senyum dan pandangan yang sama yang aku berikan ketika temanku bertanya tentang rencana kuliahku, mataku berembun, perasaanku terpukul ibu lalu mendekap lalu membelai lembut kepalaku sambil berkata
“Biaya di kota mahal nak apalagi untuk kuliah di UNHAS”
Aku semakin larut dalam kesedihanku. Mungkin aku harus mengubur impianku dalam-dalam, aku mafhum dengan kondisi orangtuaku, aku tahu mereka pasti menginginkanku bersekolah setinggi-tingginya namun ekonomi kami tak membiarkan hal itu.

Senin. Ya hari senin seingatku. sesaat setelah upacara bendera sekolah kami kedatangan tamu, mereka adalah alumni dari sekolah ini yang telah kuliah, dari warna merah almamaternya aku tahu bahwa mereka dari Unhas, aku semakin cemburu melihat kakak kelasku yang yang berhasil menembus ketatnya persaingan masuk universitas terbesar di Indonesia timur itu. Mereka terlihat begitu berwibawa dengan pakaian kebesarannya apalagi guru-guru kami dengan bangganya memperkenalkan mereka. Setelah memperkenalkan nama mereka, kakak kelas kami lalu menawarkan sebuah program Beastudi ETOS, beasiswa yang ditujukan bagi siswa yang ingin lanjut kuliah namun terkendala biaya. Aku tersentak lalu dengan serius mendengarkan penjelasan sang kakak kelas, serasa ada arus energi kuat dari alam bawah sadarku. Dengan perasaan berbunga-bunga aku berlari kerumah sambil membawa brosur beastudy ETOS yang dibagikan di sekolah, dengan semangat aku memperlihatkannya kepada Ayah dan IBu, Aku melihat senyum sumringah dan sorot mata cerah dari kedua orang tuaku, raut muka bahagia.
“Insya Allah aku akan berjuang mendapatkan Beastudi Ini bu, ini adalah kunci masa depanku,!!!” tegasku optimis
Ibuku tak kuasa menahan haru melihat semangatku yang menggebu-gebu, lalu mendekapku. Penjelasan hari itu telah menghidupkan kembali mimpi-mimpiku, menyemai harapan ditaman-taman hatiku yang dulunya terpaksa kutebas habis. Hari itu saya tak ingin lagi bermimpi, namun aku berjanji bahwa suatu hari aku akan diwisuda di Unhas dengan gelar… Dokter…!

Seri interview beastudi ETOS

Tamalanrea050710
Selesai dengan iringan instrumentalia “Yesterday” dari The Beattles

Menunggu di ruang rindu

Posted by Lentera on Sabtu, 19 Juni 2010 , under | komentar (0)



Dedaun yang ikut mengalir lembut
terbawa sungai ke ujung mata
Dan aku mulai takut terbawa cinta
menghirup rindu yang sesakkan dada
Jalanku hampa dan ku sentuh dia,
terasa hangat di dalam hati
Kupegang erat dan kuhalangi waktu,
tak urung jua ku lihatnya pergi
(Letto)
*****

Hari ini untuk kesekian kalinya aku harus kontrol ke rumah sakit, sebenarnya aku jenuh, membayangkan ke rumah sakit saja aku malas. Tergambar dalam memoriku tentang landscape rumah sakit dimana semua orangnya tergeletak tak berdaya, pasien yang dicekoki sejumlah selang dan peralatan medis lainnya, pelayanan yang kaku, serta pegawai yang berpakaian serba putih membuatku merinding membayangkan sejumlah malaikat sedang menunggu antrianku di lorong kematian.
Namun hari ini aku tak berdaya, penyakit sesak ku sedang rindu dan tak ingin segera pergi, belum lagi aku sering pucat dan pingsan, akhirnya mengantarkan ibuku pada sebuah kesimpulan bahwa aku harus periksa ke dokter.
Aku merasa lelah sekali terbangun Pagi ini, kamar VIP dengan segala fasilitas wah tak membuat tidurku nyenyak, segala gadget yang kupunyai tak mampu mengusir kesepianku, kepalaku pening bahuku terasa berat, masih asyik bermalas-malasan tiba-tiba dokter yang menanganiku masuk
“Selamat pagi dek” sapa dokter
“Pagi Dok” jawabku singkat
“Orang tuamu mana?”
“Belum datang dok, biasanya datang malam, maklum sibuk, emang ada apa dok?”
“Mmm.. ini hasil pemeriksaan labmu sudah ada dan diagnosanya pun sudah pasti”
“Memangnya saya sakit apa dok?”
“Mungkin baiknya saya bicara dengan orang tuamu dulu”
“DOK.. YANG SAKIT ITU SAYA, SAYA BERHAK TAHU SAYA SAKIT APA!!!” ujarku dengan nada meninggi
Dokter tadi menghela nafas panjang lalu dengan lirih berkata
“Kamu didiagnosa Leukimia atau kanker darah”
“Nanti kalo orang tuamu datang suruh menghadap saya”
“Yang sabar dek ya”
Aku menoleh tak memperhatikan dokter tadi pergi, serasa ada embun di mataku, rupanya penyakit leukimia inilah yang selama ini yang merenggut kebebasanku, yang menghalangi aktivitasku. Tiba-tiba aku merasa gadis paling malang di dunia. Orang tuaku bercerai, ibuku sibuk dengan karirnya, tak pernah aku bisa berbicara dengannnya lebih dari lima menit kecuali relasinya selalu menginterupsi lewat telepon, kadang hanya hanya bertemu lewat sms, jika tak sempat pamit dia hanya bisa nitip pesan di meja riasku “Naila sayang ibu pergi dulu, mungkin pulangnya agak larut, makan yang banyak ya, peluk cium ibunda”, sedangkan ayahku?? Seingatku ia datang setahun lalu saat aku ulang tahun yang ke 19, bukan dengan fisiknya namun lewat karangan bunga yang bertuliskan “SELAMAT ULANG TAHUN SAYANG” bersama setumpuk hadiah, padahal bukan itu yang kuharapkan dari dia, saya butuh perhatiannya, ah.. mungkin aku terlalu berharap, tapi apa saya salah berkharap kasih sayang dari orang tua?? Aku seperti padang gersang yang berdoa akan turunnya hujan. Mungkin suatu saat aku meninggal ayah hanya akan datang dengan karangan bunga lagi yang bertuliskan “TURUT BERDUKA CITA”. Perasaanku makin sakit, perih, akhirnya semua perasanku saya tumpahkan. Aku rindu nenek ku, dengan keterbatasan fisiknya ia masih mampu menyayangiku, darinya lah aku belajar arti kasih sayang, sayang ia tak bisa hadir disini mengobati kerinduanku, mengusap kepalaku, membelai rambutku karena fisiknya tak membiarkannya pergi jauh berkendaraan.
Tok.Tok..Tok.. tiba-tiba ada yang mengetuk pintu,
“Masuk..” ucapku dengan nada berat sambil menyeka air mataku
“Selamat pagi mba naila, saya perawat jaga malam mau operan dengan perawat jaga pagi, sekalian juga mau jelaskan kondisi dan terapi mba naila ke rekan saya” ujar perawat berjilbab itu ramah
Saya Cuma mengangguk pelan dan memperhatikan sekilas perawat pria yang disampingnya, mukanya seperti asing, tidak seperti perawat lain yang bergantian menjagaku dan wajah mereka sudah familiar. Aku dengan seksama mendengarkan penjelasan ners Linda, seperti yang tertulis di papan namanya. Walau terkadang ada bahasa yang tidak kumengerti karena dia menjelaskan ke rekannnya dengan menyelipkan istilah kedokteran yang masih asing dan ribet di telingaku.
“Jadi mba Naila, pagi ini saya yang akan merawat mba, oh ya nama saya ners Fadhil, mulai sekarang juga saya yang akan menjadi perawat penanggung jawab mba, kalo mba butuh bantuan hubungi saya saja di Nurse station” ujar pria tadi dengan nada sopan namun penuh wibawa
“Ners Fadhil-nya baru datang mba dari Jogja habis pelatihan, makanya mungkin mba naila belum pernah lihat, tambahan lagi ners fadhil ini masih single lho mba” Ujar ners linda sambil tersenyum. Pria tadi Cuma tersenyum simpul.
*****

“Mba naila masih kuliah?” tanya ners fadhil suatu ketika saat ia sedang memasukkan injeksi intravena
“Iya” jawabku singkat
“Jurusan apa mba?” tanyanya lagi
“Ilmu komunikasi”
“Semester tiga ya sekarang?”
“Kok tahu”
“Cuma nebak aja” ujarnya tersenyum
Seperti biasa ia mengajakku bicara saat dia melakukan tindakan, membuatku tidak merasa jadi kelinci percobaan, terkadang juga tanpa saya minta ia menjelaskan untuk apa ia terapi itu dilakukan, obat yang diapakai gunanya apa. Ners Fadhil yang air mukanya begitu tenang, wajahnya putih bersih, jenggot tipis di ujung dagunya semakin menegaskan kelaki-lakiannya. Terkadang dengan sejenak mengajakku berbicara ia berhasil mengusir kesepian yang selama ini menggelayut seperti awan hitam yang akan menumpahkan hujan 100 hari. Ia seperti mengeluarkan senyawa yang membuatku betah dekat dengannya. Kekagumanku semakin bertambah dengan prilakunya yang sopan terhadap perempuan rekan kerjanya termasuk aku pasiennya. Pernah malam-malam aku terbangun dan ingin mencari udara segar, namun aku terhenti di pintu karena melihat dia berjaga sendirian di Nurse station ditemani mushaf kecilnya dengan lantunan suara tilawah yang sangat merdu. Dia bahkan tidak menyadari saat aku sudah berada dekat dengannya, aku sengaja lewat dekatnya agar ia melihatku, aku ingin lihat reaksinya.
“Mau kemana mba?” tanyanya kaget
“Mau cari angin” jawabku
“Aduh mba, ini sudah larut, harusnya mba istirahat, kembali ke kamar ya..”
pintanya
“Sebentar saja ya di luar, ngga apa-apa kan?”
“Maaf mba saya tidak bisa mengizinkan mba keluar”
“Iya deh” ketusku sambil memasang muka cemberut, walaupun sebenarnya aku senang karena dia menaruh perhatian.
Aku lalu berjalan kembali ke kamarku, namun baru beberapa langkah berjalan tiba-tiba pandanganku berputar, dan jalanku limbung, aku lalu mencari tempat berpegang namun tak kusangka lengan Fadhil telah dengan cekatan memegangku.
“Kenapa mba?” tanyanya cemas
“Entahlah, saya tiba-tiba pusing”
“Tuh kan saya bilang apa, saya antar ke kamar ya..”
Saya senang sekali saat itu, dia membimbingku sampai di kamar dan menyelimutiku. Terus terang saya menyukai Ners Fadhil, dari caranya berbicara dan memperlakukanku tapi saya yakin dia profesional, bukan memanfaatkan kesempatan karena kelemahan kondisiku karena yang saya lihat dia sangat berhati-hati, dia tidak akan menyentuhku kecuali itu memang terpaksa ia lakukan karena tuntutan terapi yang ia lakukan.
*****

“Leukimia itu apa sih?” tanyaku suatu ketika dia sedang mempersiapkan premedikasi kemoterapi
“Mmm gimana ya cara menjelaskannya?” ujarnya sambil menggaruk kepala
“Susah ya pertanyaannya?” tanyaku lagi
“Nggak sih, Cuma saya takutnya saya jelaskan dan mba ngga ngerti”
“Jelaskan aja, nanti saya coba jadi pendengar yang baik
“Begini, dalam tubuh kita ada yang disebut antibodi yang fungsinya melawan penyakit yang masuk atau yang disebut antigen, kayaknya sudah kita pelajari deh sejak SMP, ya kan?”
“He eh”
“Nah antibodi yang dimaksud disini adalah sel darah putih atau yang disebut leukosit, gampangnya si darah putih ini berfungsi seperti tentara yang akan menyerang pemberontak yang menyerang” dia kembali melanjutkan
“Nah, dalam kasus leukimia, tiba-tiba jumlah sel darah putih ini meningkat drastis”
“Kok bisa?” selaku memotong penjelasannya
“Ada banyak faktor sih, bisa karena gen, bisa karena radiasi, tapi sebagian besarnya belum diketahui penyebabnya apa, dalam ilmu kedokteran kami menyebutnya idiopatik”
“Nah karena jumlahnya banyak dan nggak ada musuh saat itu, si sel darah putih jadinya kurang kerjaan, dia mulai menyerang sel lain yang sehat hal inilah yang disebut autoimun dimana tubuh memakan sendiri bagian tubuh yang lain, begitu kira-kira penjelasannya mba” ujarnya sambil sedikit tersenyum
“Ooo...” ujarku sambil mengangguk”
“Mba sering batuk kan?”
“Iya” jawabku
“Batuknya itu karena sel darah putih itu menyerang paru-paru mba”
“Olehnya itu kami berikan kemoterapi untuk menekan pertumbuhan sel kemoterapi yang tidak terkendali, namun karena obat kemoterapi obat keras maka efeknya sampingnya juga tinggi, misalnya rambut mba akan gugur selama kemoterapi, tapi nanti bakalan tumbuh lagi kok”
“Kira-kira saya masih bisa sembuh nggak?” ucapku sambil menatap langit-langit kosong Dia menghentikan tindakannya, menatapku sejenak lalu menghela nafas panjang
“Mba Naila..., yang namanya sembuh bukan wewenang kami tenaga kesehatan, kami cuma berusaha sebaik yang kami bisa, permasalahan apa nanti mba sembuh atau tidak itu hak prerogatifnya Allah, kita Cuma bisa berikhtiar, itulah kenapa kita selalu diajari mengucapkan Innalillhai wa innailaihi rojiuun, segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepadanya, penyakit itu musibah mba, maka mintalah kesembuhan pada-Nya”
Aku terdiam menatapnya, bukan hanya terapi sebagai tenaga kesehatan yang bisa ners fadhil berikan padaku tapi juga dukungan spiritual, kapan orang tuaku terakhir kali berkata hal yang sama kepadaku?, mengajariku agama, bahkan saya sudah tidak ingat lagi. Tiba-tiba saya merasa begitu kecil di hadapannya, pantaskah saya mengharapkannya? Pantaskah saya merindukannya?.
*****

“Kriteria calon istri mas Fadhil kayak gimana sih” tanyaku iseng suatu saat
“Kok nanyanya kayak gitu?” jidatnya berkerut
“Kenapa, nggak boleh”
“Mmm.. aneh saja, kok tiba-tiba nanya masalah itu?”
“Dijawab saja kenapa?”
“Sebenarnya pertanyaan mba privat sekali, saya jawab secara umum saja ya”
Aku menganggup penasaran
“Kriteria saya cuman tiga, pertama kalo saya lihat saya senang, kedua kalo saya perintah ia taat, ketiga kalo saya tinggalkan ia bisa menjaga diri”
“Itu aja? Ga ada yang lain? Gak mau yang cantik misalnya?’
“Cantik itu di rasa mba bukan di bendanya, kalo saya senang sama dia, kalo saya suka lihat dia, dia itu cantik bagi saya.”
“Nggak mau yang pake jilbab?”tanyaku hati-hati
“Hi..hi.. kalo yang kayak gitu nggak usah dibilang mba, seperti masak misalnya, nggak usah disebutkan kan?”
“Intinya Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah istri solehah, kata kuncinya solehah, sudah ya” ujarnya segera bergegas
Sepertinya dia tahu saya sedang berusaha mengorek-ngorek info dari dia
*****

Ners fadhil yang baik
Engkau selama ini kuanggap berhasil mengisi suatu ruang dalam hatiku,
Menjadi sosok lelaki panutan, hal yang tidak kudapatkan dari ayahku.
Engkau seperti embun yang membasahi hatiku yang dahaga,
Aku merasa hidup tidak lama lagi, sejak kemoterapi terakhir aku merasa semakin lemah, apakah sebentar lagi aku akan menghadapmu Tuhan?
Bisakah engkau bermurah hati Tuhan?
Memanjangkan umurku sedikit saja, aku ingin engkau melihatku sembuh, aku ingin memperbaiki diri, aku ingin memakai jilbab seperti anjuranmu.
Tapi jika Engkau tidak memberikan waktu lagi untukku Tuhan,
Aku akan menunggunya,
Aku akan terus menunggunya
Meskipun dia tidak tahu bahwa aku menunggunya
Ruang rinduku akan selalu kubuka untuknya
Meski kerinduan itu harus kubawa ke alam lain
Aku tetap akan menunggunya....
Aku tidak sanggup lagi melanjutkan tulisan di diariku, nafasku semakin sesak, pandanganku berputar, kucoba meraih tombol alarm untuk memanggil petugas, kucoba sekuat tenaga melawan sakit yang sangat, kemudian sejenak aku merasa ringan.. ringan sekali...

Pengumuman hasil tes wawancara Beastudi ETOS Makassar

Posted by Lentera on Kamis, 27 Mei 2010 , under | komentar (0)



Berikut ini adalah nama-nama peserta tes wawancara Beastudi ETOS Makassar yang dinyatakan lulus interview, bagi adek-adek yang belum lulus jangan bersedih hati, mungkin lain waktu masih ada kesempatan . Selanjutnya Bagi Adek-adek yang lulus, kami ucapkan selamat dan belajar giat untuk menghadapi SNMPTN dan kami harap bagi sudah mendaftar SNMPTN agar mengirimkan nomer ujian tes disertai nama dan asal sekolah. Bagi adek pendaftar etos yang lulus bidik Misi, POSK, JPBB mohon juga konfirmasi ke kami.

No. Nama Asal Sekolah
1 Alfia Patandungan MAN BARAKA ENREKANG
2 Anaruddin SMAN 1 Barru
3 Andi Tenriawaru MAN 2 Model Makassar
4 Angraeni SMAN 1 Bone-Bone
5 Arnis Marselina SMAN 1 LEMBANG PINRANG
6 ASBAHAR SMAN 1 MAMUJU
7 Asbar Hamzah SMAN 1 Alla Enrekang
8 Athirah Pratiwi SMAN 1 Sinjai Selatan
9 Baharuddin SMAN 1 LEMBANG PINRANG
10 Besse Ummul Khair MAN Pompanua Bone
11 BQ.SRI WAHYUNINGSIH MAN 1 PRAYA NTB
12 CELSIA KALSUM SMAN 1 BUA LUWU
13 Desi Arini Lestari P SMAN 1 Bone-Bone
14 DEWI MUSTABSYIRAH SMU 1 MATIROSOMPE PINRANG
15 Eka Verawati SMAN 1 Sape
16 FITRIANI SMAN 1 MASAMBA LUTRA
17 FITRIWATI SMAN 1 TOMONI LUTIM
18 Hadriani SMAN 1 Mandai
19 Haerani SMAN 1 AWANGPONE BONE
20 Hamriati Hamzah SMAN 1 LEMBANG PINRANG
21 Handayani MAN 3 Makassar
22 Hasanuddin SMAN1 Sinjai Timur
23 HASLINDA SMAN 1 MASAMBA LUTRA
24 Hasnah SMAN 1 LEMBANG PINRANG
25 Hasni SMKN 3 Takalar
26 Hasniati SMAN 2 Binamu
27 HENRI SMAN 1 TAMALATEA JNP
28 Herni SMK 1 Malili
29 Ikram Susanto SMAN 1 Alla Enrekang
30 Irdianti SMAN 1 Pangsid
31 Irmawati SMAN 1 Barru
32 JUNAEDI SMAN 1 GALESONG UTARA
33 Jannati SMAN 1 DUAMPANUA PINRANG
34 JUMRANG SMK NEGERI 1 PINRANG
35 Juwita SMAN 1 Belopa
36 KHAERUL AMRI SMAN 1 SINJAI TIMUR
37 Kiki Musliati SMAN 2 Palopo
38 Megawati SMAN 1 Malua
39 Mirnawati SMAN 1 Barru
40 MUH NUR IMAM AKBAR N PONPES SAMATA GOWA
41 Muh. Anwar SMKN 1 Bungoro Pangkep
42 Muh. Ilyas AN MA Al Mubarak DDI Tabarakka
43 Muh. Mudir Akrab MA Al Hikmah
44 Muh.Fadli SMAN 1 LEMBANG PINRANG
45 MUH.IBRAHIM SALEH MAN BARAKA ENREKANG
46 Muh.Nur Ilman Ruknuddin SMAN 1 Lembang
47 MUH.RAHMAN SYAH SMAN 1 KAJANG BULUKUMBA
48 Muhammad Suardi SMAN 1 Marusu
49 Mukammil MA Darul Istiqomah Puce'e
50 MURNI SMU 1 MATIROSOMPE PINRANG
51 MUSDALIFAH SMAN 1 MANGKUTANA LUTIM
52 NURAISYAH SMAN 1 MAROS
53 Nurjannah MA Junaidiyah Luwu
54 Nurlina SMAN 1 DUAMPANUA PINRANG
55 Nurlina SMAN 1 AWANGPONE BONE
56 Rahmawati SMAN 1 AWANGPONE BONE
57 Rapiah Tulhikmah SMAN 1 Galesong Selatan
58 Reski Olivia Duri SMA 1 Anggeraja
59 Rian SMAN 1 Bua Luwu
60 Riki Dermawan SMAN 1 Sukamaju Luwu
61 Risnawati SMAN 1 DUAMPANUA PINRANG
62 RITA FATIMA MA ALFALAH
63 Rosdiaman SMAN 1 Liliriaja
64 Rosmilasari SMA 1 Malua
65 RUSLAN SMKN 3 TAKALAR
66 RUSTAN SMAN 1 SINJAI SELATAN
67 Sakariah SMAN 2 Maros
68 Samania Ayu Sari Intang SMAN 1 Takalar
69 Sammawati SMAN 1 Mattirosompe
70 SARTRIANI SMAN 3 TAKALAR
71 Sitti Kartini SMAN 2 Binamu Je'neponto
72 sri trisnawati SMKN 1 LUWUK BANGGAI SULTENG
73 Suarni Sata SMAN 2 Binamu Je'neponto
74 Sudirman MA Muhammadiyah Panaikang
75 SULAEMAN SMAN 1 BARRU
76 Sumarni MAN Binamu Jeneponto
77 Sunarti Dampang SMU 3 Takalar
78 Surianti SMUN 18 MAKASSAR
79 Sutina Irhas Ciana SMAN 2 PASAR WAJO SULTRA
80 Syahiruddin SMK Neg.1 Bantaeng
81 Syamsinar MAN Binamu Jeneponto
82 Titik Puspasari SMU 1 Sinjai Borong
83 UMMI KALSUM SMAN 1 BONE-BONE LUTRA
84 Wahidah SMAN 1 Sinjai Timur
85 A. Jaya MAN Binamu Je'neponto
86 ABDUL RAHIM SMAN 1 SEBATIK KALTIM
87 Adi Slamet SMAN 1 Bone-Bone
88 AGUS SUTISNA MA AL-HIKMAH BARAS III MATRA SULBAR
89 AHMAD MASRI SMU 1 MATIROSOMPE PINRANG
90 Alias N. SMAN 1 MALUA ENREKANG
91 Amalyah febriyanti SMUN 18 MAKASSAR
92 Ambo Tang SMAN 1 Maniangpajo
93 Andi Reskianti Wardani SMAN 1 Sinjai Timur
94 Asma Susanti SMAN 2 Binamu Je'neponto
95 Asmira B MAN Binamu Je'neponto
96 Asri Ashari Syam SMK Keperawatan Husada
97 Budiani Ana SMAN 1 Lakudo Buton
98 DAHRUL ALAMSYAH SMKN 1 BIMA NTB
99 DIAN FITRIANY SMK 1 WATANG PULU MAROS
100 Fifit Chandra MAN 3 Makassar
101 Hajriana SMAN 1 Belopa
102 HAMRIANI SMAN 1 TAKALAR
103 HAMSIATI SMAN 2 BINAMU JNP
104 Hardiana MAN 1 Bone-Bone
105 HASANUDDIN SMKN 8 TEKNOLOGI JNP
106 HISMAWATI ANIWAR SMAN 1 TAMALATEA JNP
107 Ika Purwinda Ridwan SMAN 1 LEMBANG PINRANG
108 Irsan SMKN 1 Bantaeng
109 Jamil MAN Binamu Je'neponto
110 Jasriah Jasman MAN Baraka Enrekang
111 Jusmaeni SMAN 1 Barru
112 KASMAWATI MA MUH PANAIKANG BANTAENG
113 LISTIKA SUSILAWATI MAN 1 PRAYA NTB
114 Muh. Akhsa SMAN 2 Bua Panrang
115 Muh. Arfah SMAN 1 galesong selatan
116 MUH. HUSAENI SMAN 1 POLMAN
117 NASRUDDIN PONPES SAMATA GOWA
118 NIRMALASARI SMA LASINRANG PINRANG
119 Nurheni Sawarti SMAN 1 Sape
120 Nurullah MAN Binamu Jeneponto
121 RAHMI MUSTAFA SMAN 1 UNGGULAN PALOPO
122 Ramlah G. MAN Binamu Jeneponto
123 Risal SMAN 1 Tamalate
124 ROSMIATI SMAN 1 GAL SEL TAKALAR
125 Saeful Bahri SMK 1 Bulukumba
126 SAMIUN PATI SMA COKROAMINOTO
127 SIDAR SMAN 2 TAKALAR
128 ST.HATIJAH ARSYAD MAN 1 MAKASSAR
129 Suharni SMAN 1 Galesong Utara
130 SYAHRUL RAUF SMAN 1 POLEANG TIMUR SULTRA
131 Syahrullah Rahmat SMKN 8 Jeneponto
132 SYAMSUL ALAM SMAN 1 TAMALATEA JNP
133 TOMMY SMAN 1 BELOPA LUWU
134 Wira Handayani SMAN 1 Unggulan Kamanre
135 Yuslin SMA N 2 PASAR WAJO SULTRA
136 ZULFIAH MAN PANGKEP

Senyuman di balik awan

Posted by Lentera on Jumat, 21 Mei 2010 , under | komentar (1)



Apa arti sebuah senyuman? Senyuman adalah lambang kesenangan, seseorang akan tersenyum ketika mendapat sesuatu yang ia dambakan lalu menarik kedua otot pipinya sebagai tanda ia bahagia. Senyuman simetris kiri dan kanan disertai bahasa tubuh lain penting dalam menjalin sebuah relasi kata Ari Ginanjar, semua orang bisa tersenyum namun tidak semua bisa tulus dan menyenangkan orang lain kata Aa Gym, karena jika ukurannya hanya senyum maka Hitler dan Westerling pun tersenyum kala ia menghabisi nyawa para penentangnya. Senyum yang akan kita bahas adalah tipe senyum lain, senyuman yang terselip diantara kesusahan, pahit, getir, hambar. Otak memaksa untuk tersenyum, namun mata menangis dan hati meringis. Senyum sebagai pertahanan terakhir agar tidak kalah, bukan untuk menyenangkan orang lain, hanya sebagai satu-satunya sarana menghibur diri....

***

Aku terbangun cepat seperti biasanya, mendahului jiwa-jiwa yang masih nyenyak di zona unconscious dengan segala mimpi-mimpinya, sebelum sang ayam jantan mengepakkan sayapnya tiga kali, membusungkan dada dan mengumumkna bahwa demi malam akan segera beranjak pergi digantikan Putra sang fajar mengikuti ketetapan manzilah yang digariskan sang Maha kuasa. Selepas shubuh, kuambil semua pekerjaan rumah, mencuci piring dan memasak. Kutunaikan semua pekerjaan ibu, bukti baktiku karena ia pernah memberiku tempat diantara difragma dan tulang sulbinya.

Lima kilometer tidaklah terlalu panjang demikian bisik sanubari menghibur diri, lima kilometer adalah lambang perjuangan melawan segala keterbatasan. Jarak yang tiap hari menantangku dan tiap hari kutaklukkan demi menuntut sebaris ilmu. tak jarang aku terlambat datang kesekolah dan ditegur guru namun aku hanya bisa tersenyum dan minta maaf, bukan menangis agar beliau mengasihani dan memaafkanku, karena bagiku menangis dan mengeluh hanya untuk orang yang kalah dan aku sendiri tak akan mengalah pada zaman. Suatu ketika karena menghadapi ujian semester aku memotong jalan karena tak ingin terlambat, melewati kebun dan persawahan namun sang jarak nampaknya tersenyum sinis dan tak ingin kukalahkan dengan mudah, ia membentangkan sungai kecil di hadapanku, karena saat itu sedang musim hujan dan sedikit banjir. aku berhenti sejenak dan berpikir apakah aku akan melompati air ini? Nasib ternyata masih sedikit bermurah hati yang menginspirasiku dengan mengirimkan seseorang pria yang menyeberang dengan bertumpu pada kayu di tengah sungai, segera saja aku mengikuti caranya. Saat aku melompat tiba-tiba byurrr...splash... Kakiku terendam setinggi lutut dengan gerak reflex aku menyelamatkan rokku agar tidak basah. Ternyata itu jebakan, kayu itu terapung dan tidak mampu menahan beratku. Batinku berterak lantang “TIDAK PUASKAH KAU MEMPERMAINKANKU ??? desah nafasku menderu namun cepat-cepat aku beristighfar dan meredam emosi, karena tak ada gunanya mengeluh. Kini aku dihadapkan pada dua pilihan, pulang kerumah meski jaraknya sudah jauh atau tetap ke sekolah memakai sepatu dan kaos kaki basah dengan resiko teman akan menertawaiku. Bismillah... aku mengambil pilihan kedua !!. sesampai di sekolah teman seruangan ujianku telah berbaris rapi, aku pun langsung mengambil barisan, menyadari kehadiranku teman di depan menoleh dan memperhatikanku dari atas ke bawah. Pandangannya berhenti pada kaos kaki ku yang basah serta sepatuku yang berlumpur, dan reaksinya kemudian adalah tertawa, gelak tawa yang mengundang perhatian yang lain dan memicu reaksi berantai. Gelak tawa lain, pandangan merendahkan, serta bisikan membuatku merasa terpojok, tiba-tiba aku merasa seperti kancil malang diantara kumpulan gajah, meski beberapa dinatara mereka masih menaruh empati. Aku membalas tawa mereka dengan tersenyum, dengan senyum itu aku mencoba tegar dan tidak terpuruk dihadapan mereka. Ya... hanya senyum yang bisa kulakukan saat itu.

***

Hal lain yang tak bisa kulupakan suatu ketika selepas pulang sekolah. Saat itu raja siang sedang menunjukkan superioritasnya, kembali menguji ketegaranku di jalan lima kilometer itu. gelombang panas yang begitu dahsyat ia kirimkan menyajikan fatamorgana yang indah menari-nari namun sebenarnya hampa. Aku tak peduli dengan terik yang ia pertontonkan tapi ternyata skenarionya lain. Fatamorgana yang kelihatan seperti air sejuk malah memanaskan jalanan aspal yang kulalui dan melelehkan sol sepatu yang kupakai padahal perjalanan masih jauh. sepatu itu memang mudah meleleh karena bahan dasarnya dari karet dan didesain bukan untuk tahan panas melainkan tahan air. Sepatuku menyerah hari itu menghadapi nasib dan turut menyeretku ke lubang penderitaan yang lebih dalam. Kakiku terasa panas dan sakit karena langsung bersentuhan dengan aspal, melengkapi nelangsa bahwa hari itu kaki kananku sedang keseleo. Sambil memegang kaki kuseret tubuh dan langkahku menyusuri jalan itu, setiap langkahku seakan semakin memperdalam lukaku, hanya dengan bekal semangat dan manipulasi pikiran bahwa sebentar lagi aku sampai kerumah yang membuatku tetap bertahan dan tidak jatuh. Sesosok manusia memperhatikanku dari jauh, menghitung setiap gerak langkahku. Ibuku dengan pandangan sayu menungguku di gubuk kami yang beratapkan daun sagu. sesampai di rumah ibu memelukku erat, kami berdua menangis, menangisi nasib yang belum ingin berbelas kasihan kepada kami, namun aku percaya yang maha kuasa melihat kami dan akan tetap menyayangi kami dengan caranya. Jalan ini menjadi prasasti hidupku, bukti perjuanganku yang membedakan dengan teman main kecil yang jatuh dan berguguran di jalan lima kilometer ini hanya karena malu dan tak ingin jalan kaki ke sekolah. Yang membuatku tetap berjuang dan bertahan adalah motivasi. Motivasi inilah yang tetap memberiku mimpi dan suatu saat aku tak lagi menjadi Sang pemimpi namun sang penakluk mimpi yang setia tersenyum mengarungi hari

***

Ku duduk sendiri disini
meratapi nasib yang tak pasti
mencoba mengangkat wajah dari rumput gersang
tuk menatap langit yang telah usang

Tangis menghiasi hati yang terluka
sedang langit menyapaku dengan tawa
mungkin ia ingin menghiburku
dengan bentuk awan yang begitu lucu

kini impian telah pergi jauh
meninggalkanku yang sedang merintih
tak perlu disesali yang telah terjadi
inilah hidup yang harus dijalani

angin membawa kabar yang begitu gembira
mengembalikan nasib dan impian ke setitik cahaya
memberikan begitu banyak kebahagiaan
dengan senyuman dibalik awan

seri catatn interview beastudi ETOS

Yang tersisa dari aksi etos

Posted by Lentera on Selasa, 11 Mei 2010 , under | komentar (0)



Negeri ini sedang mempertontonkan opera kepada rakyatnya. Dimulai ketika bencana gempa sumatera barat. Peristiwa yang memilukan hati dan menggugah rasa kemanusiaan, selama kurang lebih sepekan berbagai media menampilkan kondisi pasca gempa, korban berjatuhan dan infrastruktur hancur membuat miris siapapun yang melihatnya, oleh pemerintah kejadian tersebut dihargai dana rekonstruksi Rp. 800 milyar, ya 800 M. kejadian yang begitu dahsyat, banyak korban jiwa cukup dihargai dengan jumlah segitu, namun yang ironi, untuk penyelamatan Bank Century, sebuah bank kecil yang bahkan mungkin kita tidak pernah mendengar sebelumnya sampai kasusnya muncul di TV, dengan dalih mencegah dampak sistemik pemerintah mengucurkan dana dengan angka luar biasa Rp. 6,7 TRILYUN !!!. butuh 7-8 gempa yang sama dengan tragedy di sumatera barat agar pemerintah mengucurkan dana segitu banyak, namun untuk kasus bank century yang hanya mewakili segelintir orang begitu gampangnya dana itu keluar. Sebuah lelucon yang tidak lucu sama sekali.

Belum reda kasus ini bergulir kembali departemen keuangan membuat sensasi. Seorang pegawai ditjen pajak bernama Gayus Tambunan menilap uang pajak sebesar 28 milyar. Gayus adalah seorang pegawai golongan III A, namun catatan kekayaannya mencengangkan. Memiliki beberapa rumah mewah, apartemen mewah dan tidak kurang lima mobil mewah, semuanya itu dilengkapi dengan tabungan Rp. 28 milyar, sebuah angka yang tidak mungkin jika hanya mengandalkan gaji pegawai negeri. Gaji para pegawai pajak lebih tinggi dibandingkan dengan pegawai lain, dengan asumsi bahwa mereka tiap hari bergelut dengan uang yang bisa membuat mereka silau maka departemen keuangan mengeluarkan kebijakan remunerasi, gaji pegawai keuangan dinaikkan agar tidak terjadi korupsi, namun semua itu tinggal mimpi, kalau kita berbicara usrusan dunia maka hal itu seperti air laut semakin diminum maka kita semakin haus. Bahkan menurut pengakuan gayus, untuk level pegawai golongan III A seperti dia kasus yang ia tangani hanyalah kasus kecil, dengan kata lain terungkapnya kasus gayus hanyalah fenomena gunung es di lingkungan pegawai pajak.

Semuanya itu dilengkapi dengan rencana departemen agama yang ingin mensentralisasi zakat. Jika kita lihat tinjauan syariah, memang bahwa seharusnya zakat itu dikelola Negara, namun ada beberapa hal yang mesti diperhatikan dalam ini. Pertama pemerintah Indonesia tidak menganut system syariah jadi tidak fair jika kemuadian in gin memaksakan kehendaknya dengan dalih syariah, bahkan departemen agama pun tidak pernah berbicara mengelola Negara dengan system syariah. Pertanyaan yang lain juga bahwa kenapa departemen agama tiba-tiba berbicara syariah, kenapa dalam hal zakat saja. Jika kita merunut pada Rukum Islam yang lima perkara. Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat dan Haji, track record depag selama ini hanya mengurusi Zakat dan Haji, tidak konsen mengurusi syahadat, Sholat dan puasa karena tidak ada keuntungan financial yang bisa diambil dari ketiga hal tersebut, hal lain bahwa apakah penglolaan zakat dan haji oleh depag bagus??? Tidak sama sekali, masih segar dalam ingatan kita bagaimana jamaah haji terlunta lunta karena tidak mendapat menginapan dan makanan. Dan dengan entengnya menteri agama dalam jumpa persnya mengatakan hal itu terjadi karean pemerintahan tidak mendapatkan penginapan murah dan catering murah, orang rela membayar hingga Rp. 30 juta oleh departemen agama dihargai dengan penginapan murah dan catering murah. Belum lagi, mantan depag yang masuk penjara karena kasus korupsi. Sungguh memalukan, sebuah lembaga moral yang seharusnya mengajari rakyatnya beretika malah pimpinanya tersandung kasus akhlak.

dengan serangkaian isu tersebut, maka untuk pertama kalinya green light community turun gunung pertama kalinya untuk melakukan aksi. isu sentral yang diusung adalah sentralisasi zakat oleh departemen agama, ditambah dengan momen korupsi gayus maka kloplah sudah persiapan turun aksi. aksi dimulai dengan berkumpul di mesjid 45 lalu long march ke fly over selanjutnya bergantian orasi di bwah fly over. aksi berlangsung tertib, saya sendiri lebih banyak mengamati dari jauh dan berdiskusi dengan jajaran intelijen polresta makassar timur. Intel polisi banyak bertanya tentang organisasi ini, kenapa baru muncul dan isu apa yang diusung. saya lalu menjelaskan kepada pak polisi semua pertanyaannya, satu hal lagi yang saya tekankan kepada bapak intel bahwa aksi ini akan damai, tidak akan ada anarkis, kami sendiri ingin memperlihatkan bahwa menyampaikan pendapat itu bisa tetap santun tanpa ada pihak yang merasa di rugikan dengan aksi tersebut. aksi berlangsung terbit, selepas itu kami sedikit memberi ala kadarnya kepada pak polisi, komandan polisi terlihat sangat surprise dengan tersenyum dia berkata “Kalian demo setiap hari juga boleh, kalau kalian demo, saya duduk-duduk saja di pos sana karena saya yakin aksi kalian akan berlangsung aman. terima kasih nak”

Tamalanrea, 11 Mei 2010 selesai Ba’da isya, meski kelelahan selepas interview ETOS

Kontroversi Pergub retribusi mahasiswa profesi

Posted by Lentera on , under | komentar (0)



Pagi yang cerah untuk memulai hari, hari ini agenda ke Daya untuk tes wawancara namun dalam perjalanan ada pemandangan menarik, sekumpulan mahasiswa dengan memakai almamater merah sambil membawa poster berkumpul di depan PRIVATE CARE CENTER DR WAHIDIN SUDIROHUSODO, dari lambang atribut di lengan kanan almamater sepertinya mereka dari BEM Fakultas Kedokteran. saya bertanya dalam hati “ada apa mahasiswa kedokteran demo?”, “persoalan apa yang mereka tuntut” sampai akhirnya saya bertemu adik kelas yang sedang coass dan menjelaskan bahwa yang mendorong mereka aksi adalah peraturan gubernur tentang retribusi bagi coass dan residen serta semua mahasiswa yang magang di rumah sakit. Dalam hati saya berkata “Sudah lama kami di’pajaki’ di rumah sakit”.

Peristiwa menarik ini menjadi headline di media cetak selama beberapa hari. Jarang sekali mahasiswa kedokteran turun aksi, selama ini bagi mahasiswa lain, laskar hipokrates seperti bersembunyi di balik tembok kokoh fakultas kedokteran layaknya kerajaan dengan status otonomi khusus yang susah ditembus, sangat eksklusif dan para mahasiswa penghuninya pun tenggelam dalam tugas dan diktat tebalnya, dan jika mereka turun aksi pastilah ada Sesuatu yang mengusik ketenangannya dan membangunkan dari tidur panjangnya. Segera saja peristiwa ini jadi berita besar bahkan sampai beberapa “pembesar” kedoktran macam dr. Akbar Sp.S (Ketua ikatan dokter Indonesia), Prof. dr Syamsu Sp.PD (Ketua bidang pelayanan medis dan ketua PPDS FK UH) sampai rektor Unhas Prof Dr dr Idrus A Paturusi pun angkat bicara. sebuah bukti bahwa peristiwa ini bukan sesuatu yang main-main. Teriakan para Coass dan residen terdengar sangat keras bagai lonceng kematian bagi pemerintah provinsi bahkan pengamat sosiolog unhas menilai ini adalah blunder fatal Gubernur Syahrul Yasin Limpo dan bisa menjadi bola panas yang menggoyang kursi empuknya kepemimpinannya, tidak ingin sekedar dianggap menggertak pihak Fakultas Kedokteran menarik coass dan residen dari RS pemprov sebagai bukti keseriusan mereka. Segera saja diadakan pertemuan dengan pihak fakultas dan dinas kesehatan dan menghasilkan poin bahwa poin pergub retribusi residen dan coass untuk sementara ditangguhkan.

Ada beberapa poin penting dari aksi mahasiswa kedokteran ini Pertama : Stigma dan nilai para dokter di masyarakat sangat tinggi, ekslusivitas ini pintar dimanfaatkan oleh mahasiswa FK sehingga aksi ini mendapat simpati luar biasa bahkan media cetak menjadikannya headline, padahal dari segi skala dan jumlah mahasiswa yang diturunkan tidak jauh beda dengan aksi mahasiswa pada umumnya Kedua : Dukungan pihak birokrasi fakultas terhadap aksi mahasiswa ini membuatnya terdengar lebih nyaring. bahkan dengan tegas pihak menarik koass dan residen dari RS pemprov sebagai wujud dukungan nyata terhadap perjuangan mahasiswa. Ketiga : Solidaritas sesama komunitas berseragam putih juga patut mendapat apresiasi. Solidaritas itu ditunjukkan oleh dukungan ikatan dokter Indonesia sebagai organisasi profesi yang memayungi mereka. seakan akan para petinggi IDI berkata “Jangan main-main dengan para dokter”, karena mereka punya posisi dan bargaining untuk itu. singkat kata empat jempol buat aksi mahasiswa kedokteran ini karena merekayasa sedemikian rupa sehingga mendapat dukungan Media, eksekutif dan legislatif lantas membuat aksi ini terlihat dan terdengar besar. hal diatas membuat saya cemburu, sudah lama kita para perawat harus membayar upeti masuk rumah sakit, saya ingat sekali di gelombang kami kakak ners B pernah mempermasalahkan biaya praktek yang membengkak dari Rp. 36 ribu / minggu / bagian menjadi Rp. 80 ribu / minggu / bagian, kejadian ini menimbulkan riak namun tidak beresonansi. dan itu sudah berlangsung turun temurun. Pertanyaannya, uang yang kami bayarkan sebenarnya untuk apa? pihak PSIK menjelaskan bahwa itu untuk biaya CI lahan, sebesar itu kah biaya untuk CI lahan? kenapa tarif tiap rumah sakit berbeda-beda? apakah insentif CI juga beda-beda? bahkan beberapa dari kami malah terkadang tidak mendapat perlakuan simpatik dari CI lahan, dirumah sakit juga untuk duduk saja kita bersaing dengan mahasiswa lain. tetapi anehnya dalam sebuah keterangan pihak wahidin malah mengatakan retribusi itu adalah peraturan pemerintah, lantas kenapa mahasiswa kedokteran tidak membayar selama ini? bahkan pergub retribusi ini baru akan disahkan dan mendapat tentangan, Nah lho? Kedua : Advokasi pihak Institusi PSIK terhadap mahasiswa profesi ners seperti apa? dengan gagahnya Pihak FK mengawal aksi mahasiswanya sampai duduk bersama dengan pihak Dinas kesehatan untuk membahas hal ini. menarik para koass dan residen sebagai bukti mereka juga serius menanggapi isu ini. menanggapi hal ini pula Ketua forum PTS keperawatan se-Kopertis wilayah IX Sulawesi, Julianus Ake M.Kep mengumpulkan anggotanya untuk membahas hal ini. Sudahkah pihah PSIK melakukan hal sama? Ketiga : dukungan nyata juga terlihat dari IDI sebagai organisasi profesi dokter. kemana suara PPNI ? dukungan apa yang diberikan oleh organisasi profesi perawat ini? ataukah tidak peduli sama sekali?

Tulisan ini kami buat bukan untuk melecehkan atau merendahkan pihak manapun, motivasi dari tulisan ini semata-mata hanyalah bentuk keresahan dan kepedulian terhadap dunia keperawatan. kami melihat kejadian pergub retribusi ini bisa menjadi momen bagi seluruh perawat untuk menselaraskan langkahnya agar tak lagi dipandang sebelah mata, sampai kapan nasib kita harus diperjuangkan orang lain? kenapa bukan kita yang memperjuangkannya sendiri? jika permasalahan ini tidak mampu kita atasi, maka kesejajaran hanya akan menjadi bahan diskusi dalam kuliah dan terbatas terdengar di lantai empat PSIK saja. Kesejajaran yang kita idamkan hanya akan menjadi utopia selamanya, karena kita tidak mampu memposisikan diri sebagaimana mestinya.

Wallahu alam

Smile like Monalisa

Posted by Lentera on Jumat, 16 April 2010 , under | komentar (0)



Raut mukanya mendadak berubah merah padam, ada luapan emosi yang berusaha ia tahan ketika ditanya tentang keluarganya, akhirnya gemuruh dalam dadanya tak tertahankan, bendungan di sudut matanya pecah dan menumpahkan semua isinya, saya cuma bisa terdiam sembari sedapat mungkin memberikan empati atas kisah hidup seorang gadis yang ia rangkai kembali dalam ceritanya. Monalisa, demikian ia memperkenalkan namanya. Terlahir sebagai anak yang tanpa dosa seperti halnya anak lain yang ditakdirkan bisa menghirup nikmatnya udara dunia, namun sepertinya sang dewi fortuna masih enggan tersenyum dan menyapanya. Tidak pernah melihat wajah orangtuanya, karena ditinggal pergi sang ayah, tak lama setelah melahirkan sang ibu pun menyusul jejak sang ayah mengadu nasib di negeri orang sebagai tenaga kerja asing tanpa mengirim kabar sepatah kata pun. Jadilah sang Monalisa hidup dalam kasih sayang neneknya.

Kehadiran orang tua bukan hanya untuk memberi nafkah bagi anak-anaknya tapi juga mengisi profil keteladanan sebagai pria dan wanita dewasa yang menjadi panutan bagi kehidupannya, tentu saja juga sebagai samudera kasih sayang tempat sang anak berenang jika ingin sejenak melepaskan penatnya dari beban dunia. Sayang bagi monalisa, penjelasan diatas hanyalah sebuah utopia yang terlalu tinggi, jangan kata dinafkahi, menjadi teladan, mendapat belaian kasih sayang bahkan untuk mengingat seperti apa rupa orang tuanya ia tidak bisa, ia masih terlalu kecil saat ditinggal sehingga mustahil untuk mengingatnya, jadilah ia tumbuh seperti kaktus di ladang sahara, bertahan dengan bekal seadanya dalam mengarungi kehidupan dan tak berharap hujan turun mengobati kehausannya.

Monalisa adalah anak yang supel, pandai bergaul, membuat orang senang dan tertawa jika berada di dekatnya, namun bagi orang yang mampu melihat jauh kedalam sanubarinya, hal tersebut adalah sebuah kompensasi dari luka yang menganga dalam jiwanya, bahwa itu adalah mekanisme yang mendorongnya bersikap karena profil dan kasih sayang orang tua yang tidak pernah ia dapatkan, dan berusaha ia cari serta menemukan perhatian dan kasih sayang di setiap orang yang ia jumpai.

Monalisa hanyalah satu dari sekian banyak potret bunga bangsa yang menjerit minta diperhatikan oleh tirani sang penguasa, entah teriakannya yang terlalu kecil ataukah membrane timpani kaum borjuis eksekutif sudah kebal sehingga teriakan seperti itu tak berpengaruh lagi baginya, sepertinya bagi mereka melayani permintaan “Paman Sam” dengan dalih perang global melawan terorisme jauh lebih penting daripada mengurusi perut rakyatnya yang merintih karena kelaparan ataukah mencerdaskan anak bangsa seperti yang diamanahkan para pendiri bangsa ini dalam pembukaan undang-undang dasar. Ah… tidak ada gunanya mengutuki bangsa ini, karena kita pun ada di dalamnya dan mungkin berkontribusi terhadapnya. Tidak produktif mengutuki dan memaki jika tersesat dalam kegelapan harusnya kita menyalakan lilin dan mencari jalan keluar

Singkat cerita dengan segala latar belakang hidup serta kemampuan akademik yang mumpuni monalisa akhirnya di terima di barisan “panitia orang sukses Indonesia”, ia kini punya rumah baru bernama “kampus alternative” tempat ia berbagi cerita tentang hari yang dilauinya dengan belasan anak lain yang bernasib mirip dengannya. Monalisa kini bisa tersenyum ceria dan kembali merajut mimpinya di salah satu bangku universitas terbesar di Indonesia timur tepatnya bersama para akademia hipokrates.

***

Kami berharap seiring berjalannya waktu bisa mengobati luka monalisa dan memang hasil psikotestnya menyarankan ia menemukan lingkungan ideal, kami bermimpi bahwa kamilah keluarga baru yang bisa menyembuhkan lukanya walau kami yakin itu butuh waktu, namun ada hal yang di luar kuasa kami, monalisa meminta lebih dari yang kami bisa berikan, sifat manjanya terkadang berlebihan, cenderung keras kepala dan susah diatur. berbagai macam laporan tindakannya kami terima namun kami masih berharap dia bisa memperbaikinya karena ada latar belakang hidupnya, trauma masa lalu yang membentuknya sehingga berprilaku seperti itu, hal lain bahwa kondisi ekonomi keluarganya carut marut sehingga hal tersebut kami masih toleransi dan hanya memberi peringatan.

Namun laporan terakhir terlalu parah, diantar pulang keasrama jam 2 malam, berteriak minta dibukakan pintu dan menantang pendamping untuk menjatuhkan sanksi, semuanya itu sudah cukup bagi kami untuk mengambil sebuah keputusan hal ini harus diakhiri sebelum menjalar ke adek yang lain. malam itu monalisa harus mengakhiri kisahnya bersama keluarga besar Green light community, keputusan sulit namun itu yang harus diambil. yang aneh malam itu monalisa tersenyum, ya… dia tersenyum… entah apa arti senyuman itu, dalam kondisi menerima hukuman dia masih bisa tersenyum, apakah itu seperti fenomena Amrozy yang tersenyum ketika dijatuhi hukuman mati? yang membuat gregetan orang Australia sehingga dijuluki the smiling bomber? setelah kejadian itupun ketika berjumpa dia masih tetap tersenyum, tidak berubah, sama seperti senyum saat diterima menjadi bagian dari kami, saya pun berusaha tersenyum namun itu saya paksa untuk menghargai senyumnya.

Satu hal yang menggelayut di pikiranku… bisakah kami tersenyum seperti Monalisa…?

Monalisa, dimanapun engkau berada, apa pun aktivitas mu sekarang kami masih berharap engkau menjadi manusia yang lebih baik wallahu alam

Diiringi instrumentalia Elegance of pachelbel akhirnya selesai menjelang maghrib Tamalanrea 160410

Perempuan penghuni surga

Posted by Lentera on , under | komentar (0)



Sinar mentari senja mulai menguning keemasan, semilir angin menerbangkan debu jalanan dan sejenak mempermainkannya membentuk pusaran di udara, seakan ingin menegaskan superioritasnya meski dalam skala kecil, cukup untuk membuat batuk dan membangkitkan asma bagi alergi terhadapnya, lingkungan yang cukup tenang dikelilingi persawahan, sebagian jalan aspalnya rusak terkelupas menunggu perbaikan, itulah gambaran eksotis dari Dusun Kalemanjalling Kelurahan Manjalling Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa. Di tempat tersebut beberapa waktu yang lalu aku membantu adik kelas yang sedang meneliti tentang hipertensi, dari laporan mahasiswa profesi komunitas sebelumnya bahwa di daerah tersebut banyak ditemukan penduduk dengan riwayat tekanan darah cukup tinggi. Menjadi penerjemah dikarenakan adik kelas yang meneliti bukan putra daerah yang mengerti bahasa ibu yang digunakan penduduk setempat.

Dari perhitungan populasi maka sampel yang dibutuhkan kurang 14 lagi, jika hari ini tercapai kuotanya maka pengambilan sampel bisa diakhiri. Sambutan warga cukup ramah menyambut kedatangan kami, dan dengan senang hati diukur tekan darah serta diberikan pertanyaan yang ada dalam kuesioner, tekadang hanya satu sampel yang diminta malah tetangganya pada dengan sukarela berdatangan menawarkan diri untuk diperiksa. “Bisa cepat selesai nih kalo kayak gini” ujarku, adik kelas yang punya hajat penelitian Cuma tersenyum senang. Sedang ramai hiruk-pikuk oleh celotehan ibu-ibu yang sedang diperiksa dan diwawancarai tiba-tiba seorang perempuan paruh baya datang, raut lelah tergambar sekilas dari muka sang ibu
“Sedang periksa tekanan darah dek?” Tanya ibu itu
“Oh iya bu, kebetulan kami mahasiswa keperawatan yang sedang melakukan penelitian disini”
“Habis ini bisa tidak kesebelah periksa bapak?”
sambil menunjuk sebuah rumah
“Oh.. yang ada kursi roda di depannya?
“Iya”
“Kami tadi dari sebelah bu Cuma tertutup jadi kami kira tidak ada orang”
“Saya tadi ada di dapur, minta tolong kesebelah dek ya”
“Iya bu Insya Allah”

Selesai dengan kerumunan heboh ibu-ibu yang minta diperiksa kami lalu beres-beres dan bersiap menuju rumah ibu yang tadi baru datang.

“Assalamu alaikum” ujarku sambil mengetuk pintu
Tiga kali saya mengetuk pintu sambil mengucapkan salam, pada saat akan berbalik, barulah muncul jawaban dari dalam rumah
“Waalaikum salam” sang ibu tadi terburu-buru membuka pintu
Maaf dek ya sudah buat adek menunggu” ujarnya merasa bersalah
“Nggak apa-apa bu, lagian kami tidak buru-buru kok, iya kan?” ujarku sambil menoleh ke adek kelas yang saya temani.
“Silahkan masuk dek”
“Oh iya, terima kasih”

Sejenak kulepaskan pandangan menelusuri sudut rumah, “Rumah ini besar, dua lantai, berlantai tegel, sofa bagus, sangat mencolok diantara perumahan penduduk desa yang sebagin besar masih sederhana” gumamku Cuma satu hal yang mengelayut dipikiranku, kenapa rumah sebesar ini sepi? Terlalu sepi untuk ukuran rumah sebagus ini, kemana para penghuninya?
“Silahkan duduk dek” perkataan sang ibu tadi membuyarkan lamunanku
“Yang mana yang mau diperiksa bu?” tanyaku
“itu, Bapak” sambil menunjuk ke salah satu sudut rumah
Terlalu asik menerawang membuatku ternyata melangkahi satu bagian rumah, bahwa dari tadi memang ada seorang manusia yang sedang duduk di atas kasur. Dari penglihatan pertamaku, tampilan sang bapak dengan muka tidak simetris lagi serta salah satu tangannya fleksi abnormal (bengkok, red) naluriku bisa mengambil kesimpulan bapak ini menderita stroke, dan dugaanku tidak salah

Saya lalu mendekat bapak tadi, lalu mencoba berinteraksi dengan ramah
“Assalamu alaikum pak, nama saya misbah pak, kami mahasiswa unhas yang sedang melakukan penelitian dan istri bapak meminta kami kesini untuk memeriksa bapak” ujarku memperkenalkan diri
“Oh ya ini adik kelas saya pak” sambil menunjuk perempuan berjilbab putih di dekatku.
“Boleh saya periksa pak?”
“ehhh…eh…”
jawab bapak tadi melenguh, berbicara pelo, seperti anak kecil yang baru belajar bicara
Sambil memasang manset tensimeter saya bertanya kepada istri sang bapak tentang riwayat penyakit suaminya
“sudah berapa lama bapak menderita stroke seperti ini bu?” tanyaku
“Sudah kurang lebih dua tahun, ini serangan kedua”
“bapak pernah dirawat di rumah sakit bu?”
“Iya, tapi setelah itu boleh rawat jalan saat serangan pertama”
“Pekerjaan bapak apa”
tanyaku lagi
“Beliau pensiunan guru”
“Banyak pikiran kali bapak ya Bu, hingga bisa kayak gini?”
“Sebenarnya karena kebisaan bapak dek”
“maksudnya bu?”

Sang ibu terdiam sejenak, melihat kearah suaminya menghela nafas panjang, ada hal berat yang sepertinya ia ingin ungkapkan
“Sudah lama bapak menderita tekanan darah tinggi dan diminta dokter untuk mengontrol makanannya”
“Namun bapak tidak pernah mendengar, ia sering makan coto dan selalu mengandalkan obat captoprilnya untuk mengontrol tekanan darahnya” ia melanjutkan kembali

“Seperti inilah hasilnya”
sambil membelai suaminya Saya serius mendengarkan penjelasan ibu tadi, bisa saya tebak selama suaminya sakit dialah yang begitu setia mendampinginya karena saya tidak melihat seorang pun di rumah ini selain dia. Sang bapak ini telah ketergantungan total terhadap pemenuhan kebutuhan dirinya, bahkan ia memakai Pempers khusus dewasa, karena ia tidak mampu ke toilet dan minta tolong untuk itu jika ingin buang hajat. Masih banyak stok pempers di buffet dekat tempat tidurnya. Ia dimandikan dan disuapi kala makan oleh istrinya. “berapa hasil tensi bapak dek?” kembali pertanyaan ibu tadi mengembalikan jiwaku ke alam nyata Keningku berkerut, lalu menggeleng-geleng
“Tinggi sekali bu 180/100”
“Masih belum berubah”
jawabnya sambil menunduk
“Ibu yang sabar ya, jangan terlalu banyak pikiran bu, jangan sampai ibu yang sakit, tidak ada lagi yang bisa merawat bapak”
“Gimana saya tidak banyak pikiran dek, kalo liat kondisi bapak kayak begini, belum lagi anak saya yang kuliah selalu minta uang”
“Baru-baru ia minta uang PKL lima juta rupiah, dimana saya harus ambil uang sebanyak itu?”
desahnya lagi
Saya tidak menjawab pertanyaan ibu tadi, mencoba memahami perasaan dan kondisinya, saya mencoba mendengar aktif, tidak menyela barang sepatah kata pun, membiarkan sang ibu mengalirkan semua emosinya. Saya jadi tahu kenapa garis muka kelelahan tergambar jelas di wajahnya dan yang membuat saya khawatir juga karena tekanan darah sang ibu juga tinggi 140/90.

Selesai memeriksa suami sang ibu, kami minta pamit
“hari ini kita dapat pelajaran berharga, ibu tadi baru saja mengajari kita tentang pengorbanan”
“Subhanallah ibu tadi adalah penghuni surga, jika beliau ikhlas merawat suaminya, tanpa mengeluh, mendirikan sholat, puasa, zakat, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya, maka sang ibu tadi akan memasuki surga dari pintu mana saja ia suka”
“Amin.. amin ya Allah”
jawab adik kelasku yang punya hajatan penelitian…

The way home

Posted by Lentera on Kamis, 11 Maret 2010 , under | komentar (0)



Cerita ini bermula di sebuah pagi yang cerah di musim panas, ketika San-Woo (Yu Seung-ho) dan ibunya mengendarai sebuah bus ke sebuah pedesaan. Hal yang terang kemudian bahwa penumpang desa yang kolot mengganggu sang anak lelaki kota yang berumur tujuh tahun. Sang ibu membawa anaknya untuk dititpkan sementara dengan seorang neneknya (Kim Eul-boon) yang bisu namun tidak tuli yang berusia 78 tahun sementara ia mencari pekerjaan baru setelah usahanya gagal di Seoul. Akhirnya mereka sampai di tujuan, bus yang berdebu akhirnya berhenti di daerah luar kota Korea dekat sebuah desa pedalaman.

Sang-Woo tidak ada niat untuk menghormati neneknya yang bisu terutama karena rumahnya tidak ada listrik dan air ledeng. Ibunya minta maaf karena menitipkan anaknya, kemudian berkata kepada sang nenek yang sebenarnya adalah ibunya sendiri bahwa ia tidak bisa berlama-lama dan akan segera pergi begitu bus berikutnya datang. Sang-Woo yang sendiri kemudian mengabaikan neneknya, tidak ingin memperhatikannya bahkan memanggil neneknya dengan sebutan “lambat”.

Hari-hari selanjutnya Sang-woo hanya menghadirkan mimpi buruk dan membuat susah nenek, tidak mau makan masakan neneknya dan hanya sibuk dengan junk food dan mainannya. Karena memainkan game watch-nya terus menerus akhirnya game nya kehabisan baterai, Sang-Woo kemudian merengek dan memaksa neneknya untuk membelikannya yang baru, namun neneknya hanya seorang yang miskin-papa, dengan egois dia mendorong neneknya yang sedang mencuci, membuang sepatu neneknya, memecahkan perabot dan mencoret-coreti dinding gubuk neneknya.

Karena gagal mendapat uang dari neneknya, Sang-Woo mencuri tusuk rambut hiasan milik neneknya untuk ditukar dengan baterai, tapi ketika menemukan toko yang tepat justeru yang terjadi tusuk sanggul itu dipukulkan ke kepalanya dan disuruh pulang karena pemilik toko tersebut adalah teman sang nenek.

Suatu hari Sang-Woo minta Kentucky Fried Chicken, tapi sang nenek hanya mengerti “Chicken”. Dengan berhujan-hujan sang nenek menjual dagangannya untuk membeli ayam yang kemudian ia bawa pulang kemudian memasaknya bukan menggorengnya, ketika sang-woo terbangun dan dia lihat ayamnya dimasak, dia marah dan melempar makanan itu, walaupun akhirnya ia memakannya karena ia lapar terbangun di tengah malam. Paginya sang nenek sakit dan Sang-Woo panik, dia berusaha menghidangkan sisa makanan yang ia makan sambil merawat neneknya .

Dengan segala keterbatasannya karena menderita osteoporosis, Cuma satu hal yang sang nenek minta dari sang-woo, yaitu memasukkan benang ke jarum yang ia pakai buat menjahit sepatunya.

Sang-woo masih tetap marah dan bosan dengan lingkungan barunya yang tidak familiar, dan tetap menolak setiap usaha neneknya untuk mengasihinya. Namun perlahan mulai tumbuh iba di hatinya dikarenakan suatu hari Sang-woo melihat betapa kerasnya usaha sang nenek untuk membujuk pemblei agar membeli sayurannya, setelah sekian lama di pasar sang nenek mengajak sang woo makan mie dan membelikannya sepatu baru. Ketika di bus sang woo minta dibelikan Choco Pie.

Ketika sang nenek kembali dari warung memebli choco pie, sang-woo bilang ia mau naik bis sendiri karena gadis yang ia suka di bus bersamanya. Sang nenek berusaha menaikkan sisa dagangannya ke bus namun Sang-woo terus menolaknya. Lalu kemudian bus pergi. Sang-woo harus menunggu lama dan bertanya-tanya kenapa sang nenek tak kunjung tiba sampai akhirnya ia menyadari bahwa pulang dari kota membawa semua dagangannya dengan berjalan kaki.

Akhirnya sang woo mulai mencintai sang nenek, namun karean sang nenek buta aksara, sang woo mengajari sang nenek menulis. Sang-woo memohon sambil menangis kepada sang nenek untuk berusaha belajar menulis kata “Saya sakit” atau “saya merindukanmu” bahkan ia berkata jika pun seandainya ia tak dapat menulis sang nenek hanya butuh mengirim sebuah surat kosong dian ia akan tahu itu dari sang nenek kemudian ia kan berusah dating secepatnya. Akhirnya sang-woo dijemput ibunya untuk kembali ke Seoul. Perasaan terdalamnya akhirnya dia ungkapkan ketika bus yang membawanya beranjak pergi kemudian melangkah ke jendela belakang bus lalu melaimbaikan perpisahan yang menyedihkan baginya. Film ini ditutup dengan sang nenek terus tinggal sendiri di gubuknya ditemani surat cinta dari cucunya.

Sebelum berakhir, film ini memberikan catatan bahwa film ini dipersembahkan untuk seluruh nenek di dunia.

Belajar dari dua lelaki

Posted by Lentera on , under | komentar (0)



Lelaki pertama Garis tua tampak terukir jelas di muka lelaki itu, rambutnya berlomba memutih dan menipis, tampak jelas meski ia menutupinya dengan kopiah yang juga sudah menguning dimakan usia. Masih tampak sisa bidang bahu serta kekar badannya.

Lelaki itu sangat menyayangi cucunya, hal yang pertama dia ajari ketika cucunya belajar berjalan adalah berjalan ke mesjid, hal pertama yang dia ajari ketika cucunya belajar berlari adalah berlari menyambut azan. Selalu meminta cucunya mengumandangkan azan meski cadelnya minta ampun karena belum fasih mengucapkan huruf “R”, jadinya azan yang seharusnya terdengar syahdu malah kedengaran lucu. Tapi tidak ada yang berani komplain, karena lelaki tua itu adalah imam mesjid dan tokoh masyarakat yang dihormati. Selepas salam cucunya selalu bermanja-manja di pangkuan hangat sang kakek, kemudian lelaki itu akan membelai dan mengecup kening cucunya penuh cinta. Hal yang paling cucunya ingat dari kata-katanya ketika berantem dengan adek yang perempuannya adalah “Nak, kamu harus bisa mengalah pada perempuan” ucapnya bijaksana

Lelaki kedua Perawakannya putih tinggi besar, kumis, cambang dan janggut semakin menegaskan kelaki-lakiannya, orang terkadang menebak dia blasteran Manado- timur tengah, padahal keturunan Makassar tulen. Pembawaannya tegas, penampilannya berwibawa, orang akan mendengar apa yang ia katakan karena dia seorang muballigh dengan kualitas vokal mumpuni, pidatonya sarat muatan sastra, pemilihan katanya sempurna. Kami semua menyayanginya tapi penciptanya lebih menyayanginya, terlalu cepat memanggilnya kembali karena tak ingin hambanya dikotori oleh dosa. Suatu ketika anaknya berkelahi dan orang tua lawannya ikut-ikutan membantu, sang anak pulang menangis dan mengadu pada lelaki tersebut, sang ayah mengelus kepala anaknya lembut lalu berkata “ kami tidak akan mencampuri urusanmu seperti orang tua lain, kamu harus belajar menyelesaikan masalahmu sendiri” anak itu tertegun tidak percaya yang dikatakan ayahnya, “kenapa ayahku tidak seperti orang tua lain yang membela anaknya” gumamnya “ayah tidak sayang padaku” anak itu lalu berlari menangis ke pangkuan ibunya. Lelaki mengajari anaknya memikul tanggung jawab sejak kecil.

Lelaki pertama itu adalah kakekku dan yang kedua adalah ayahku. Mereka berdua telah tiada namun ajarannya akan selalu hidup. I Love You GranPa, I love You Pa, You’ll always live in my heart….

Tamalanrea 100310

Fly me to polaris

Posted by Lentera on , under | komentar (0)



Lagi asik-asik surfing di indowebster nyari-nyari film tiba-tiba ingat sebuah film lama, pas ketik di search enginenya eh ada, cihuiiii. Langsung aja download jadinya



Fly me to polaris, sebuah film drama Hongkong yang bercerita tentang seorang Onion yang buta dan bisu dengan Autumn sebagai perawatnya. Latar belakang cerita ini adalah sebuah rumah sakit dimana Onion adalah Pasien dan Autumn adalah perawatnya, mereka sangat akrab, Onion senang karena ada yang peduli dan memperhatikannya sedangkan Autumn gembira karena ada yang selalu bersedia menjadi tempat keluh-kesahnya, hal yang kemudian mereka tidak sadari bahwa mereka saling membutuhkan dan menyukai satu sama lain. Perasaan itu justru muncul ketika Onion sudah meninggal dalam sebuah kecelakaan.

Dalam perjalanan menuju Polaris (surga, red) ternyata Onion mendapat jackpot karena menempati antrian ke 10 milyar, dan setiap jiwa yang mendapat jackpot akan dikirim kembali ke bumi selama 5 hari dengan jiwa yang sama namun beda fisik dengan kata lain seseorang tak akan mengenalinya dan ia tidak dapatmengungkapkan identitas aslinya meski berusaha untuk itu.

Onion kembali ke rumah sakit tersebut mengulangi semua nostalgia, melihat semua lekuk rumah sakit yang selama ini hanya bisa ia raba, menyapa seluruh penghuni rumah sakit yang selama ini hanya bisa ia kenali lewat aromanya namun sesuai perjanjian dengan malaikat sebelumnya karena ia menggunakan raga yang berbeda maka tak seorang pun yang mengenalinya.

Onion lalu menyamar sebagai Cheuk, pegawai asuransi agar bisa menemui Autumn. Dengan segala upaya ia berusaha meyakinkan Autumn bahwa ia adalah Onion, namun setiap akan mengungkapkan jati dirinya ia selalu kejang seperti orang yang menderita epilepsy. sampai menulis surat dan membuat rekaman tape, namun ternyata tulisannya terhapus dan rekamannya kosong, hal lainyang mempersulitnya adalah Dr Woo yang selama ini memberinya therapy menjadi saingannya dalam merebut hati Autumn.

Di hari terakhir Onion di bumi autumn baru menyadari bahwa ia merasakan Onion kembali dikarenakan hal-hal janggal yang dialaminya akhir-akhir ini, puncaknya ketika Autumn mendengar bunyi Saxophone seperti yang biasa ia dengar, namun yang didapatinya adalah Dr Woo yang memainkan Saxophone tsb. Sampai akhirnya Dr Woo berterus terang bahwa bukan dia yang memainkan alat tersebut tapi cheuk. Malang bagi Onion, bahwa malam itu adalah malam terakhirnya di bumi dan begitu meteor muncul ia akan terbang kembali ke Polaris. FLY ME TO POLARIS

Aku, kamu dan kita

Posted by Lentera on Rabu, 03 Maret 2010 , under | komentar (0)



Pusing banget… sudah tiga kali saya ulangi video yang saya buat masih aja ada masalah. Mulai dari komputernya sering hang, jenis extensi filenya ngga terbaca, sampai programnya ngadat dan mesti install ulang. Tapi akhirnya setelah menggabungkan tiga program plus mencobanya di tiga computer selama tiga kali 24 jam (lebay deh kayaknya…ngga papa biar lebih dramatis he.he..) akhirnya filenya siap di render, dan rendernya lamaaaa……. Banget, uhuk..uhuk (batuk karena terlalu lebar buka mulut ngucapin “A”). daripada mati bosan nunggu filenya yang selesai entah kapan iseng-iseng buka file computer aswadi (sory aswadi, boring banget soalnya… piss) eh ternyata ada folder film, Hmm boleh juga nih sambil nunggu nonton film. Baru buka foldernya ada tulisan “U ME AUR HUM.flv” film apaan nih?? Ini plesetan bahasa inggris kali “YOU ME OUR HOME” tapi kok grammarnya hancur gini yak? Klik kanan trus open…. Ternyata… ternyata…. FILM INDIA?? Gosh.. masa udah boring kayak gini ditambah nonton film india lagi apa kata dunia??. Seumur umur saya Cuma nonton film india Kuch-kuch hota hai itupun kepaksa, sebenarnya mau nonton liga inggris tapi kalah voting sama ibu, kakak n adek, tapi sebenarnya saya juga penasaran karena disekolah waktu SMA pernah cewek-cewek mulai dari kelas 3 sampai kelas satu duduk manis nonton bareng, padahal biasanya mereka rival, ada apa ya? Oh.. ternyata mereka pada nonton Kuch-kuch hota hai.

Eh tapi ternyata ceritanya bagus lho, gini deh saya ceritakan.

Di suatu pagi yang cerah, seorang pria bernama Ajay menasehati putranya untuk berani mengejar wanita yang disukai. Siapa sangka, sang putra malah menantang balik supaya Ajay juga berani melakukan hal yang sama.

Ajay lalu mendekati sebuha meja dimana seorang perempuan seumurnya duduk, dengan segala gombal dan rayuan agar perempuan itu mau duduk dengannnya, akhirnya perempuan itu bersedia duduk dengannya untuk mendengarkan ajay bercerita. Dan cerita film ini baru saja dimulai… Cerita mundur ke 25 tahun silam, ketika Ajay muda tengah bertamasya bersama empat orang sahabatnya : suami-istri yang tidak bahagia Nikhil dan Reena serta pasangan yang tidak menikah namun selalu bahagia Vicky dan Natasha. Dalam perjalanan tersebut, Ajay bertemu dan jatuh cinta pada gadis cantik bernama Piya. Meski mendapat penolakan, Ajay tidak menyerah dan mencoba dengan segala cara untuk memenangkan hati Priya. Belakangan, pemuda itu mendapat info kalau gadis yang dicintainya sangat ingin belajar dansa.

Taktik Ajay berhasil, Priya akhirnya menerima cinta pemuda itu. Namun tidak lama kemudian, Priya berbalik marah saat mengetahui kalau Ajay telah mengintip buku hariannya sehingga bisa tahu kalau gadis itu ingin belajar dansa. Sebelum keduanya kembali dari liburan, Ajay meninggalkan nomor teleponnya sambil berharap Priya mau menerimanya kembali. Tidak cuma itu, Ajay juga melakukan banyak hal yang tidak disukainya hanya demi memenangkan kembali hati Priya.

Semua pengorbanan Ajay tidak sia-sia, pemuda itu akhirnya bisa menikah dengan Priya. Ajay dan Piya saling mencintai satu sama lain, dan mereka segera memulai daftar keinginan, yang mereka tulis di dinding kamar tidur mereka. Yang pertama ingin adalah pergi berlibur dengan kapal pesiar 25 tahun mereka. Tapi setelah beberapa bulan semua berubah ketika Piya pergi keluar untuk berbelanja, tapi lupa segala sesuatu, termasuk di mana dia tinggal. Ketika ia menjerit minta tolong di tengah jalan di tengah hujan, Ajay menemukan dirinya dan mengatakan kepadanya rumah mereka berada tepat di depannya. Mereka pergi ke dokter dan mengetahui Piya menderita ALZHEIMER !!! sebuah penyakit yang Ajay tahu artinya, karena ajay adalah seorang psikiater, Alzheimer adalah suatu keadaan dimana Hipokampus (pusat memori dan navigasi ruangan) bermasalah, ingatan seseorang bisa merosot tajam dan yang terparah hingga pengidapnya tidak mampu mengurus diri sendiri. Sebuah kenyataan yang sulit bagi ajay, akrena hasil CT Scan menunjukkan hipokampus Piya menyusut. Perlahan piya mulai lupa alamatnya, lupa nomer HPnya, lupa nama suaminya dan lupa segalanya, kadang suatu dari dia terlihat sehat wal afiat tapi esok hari bahkan tidak tahu kapan tanggal lahirnya.

Masalah tidak berhenti disitu saja, piya ternyata hamil. Namun kabar bahagia yang seharusnya diterima ajay justeru berubah jadi malapetaka, karena kehamilan bisa menjadi katalisator bagi penyakit istrinya. Ajay berada dalam sebuah dilema, melanjutkan kehamilan istrinya atau menggugurkannya… selain dampak buruk kehamilan bagi alzhaimer, juga efek samping pengobatan Piya terhadap kehamilnnya juga terlalu besar. Namun piya bersikeras tidak ingin aborsi. Jadi, sementara Piya hamil, Ajay harus terus menutup mata pada dirinya atau lain Piya bisa menyakiti bayi. Dengan berjalannya waktu, bayi lahir, dan kondisi Piya memburuk, dia bahkan hampir membunuh anaknya hanya karena lupa dan meninggalkannya di kamar mandi. Kembali ajay dihadapkan pada buah simalakama Akhirnya, Ajay tidak memiliki pilihan lain kecuali untuk meletakkan Piya di rumah sakit jiwa untuk dirawat. Ajay terluka, tetapi ia tidak tahu apa yang harus dilakukan.. Sebuah komitmen yang dibangun berlandaskan cinta tidak akan dilanggar. Tapi kalau dalam keadaan seperti itu apa yang bisa dilakukan Suami yang sayang terhadap istrinya yang menderita penyakit langka tersebut?

Tiap hari ajay berkunjung ke rumah sakit hanya untuk mengatakan “I LOVE YOU” pada istrinya, hingga suatu hari di ulang tahun pertama anaknya tiba-tiba semua memori Piya kembali dan berteriak-teriak memanggil sumainya dan minta pulang, tapi ajay membiarkannya disana karena berpikir itu hanya reaksi sesaat. Pulang dari rumah sakit ajay melapiaskannya di bar, entah dia mabuk atau memang nurani kecilnya yang bicara, di bar di bercerita betapa dia kesusahan harus setiap hari mengurusi istrinya dan betapa berbahanya meninggalkan anak dengan istrinya. Namun di luar batin ajay hancur berkeping-keping, dia menangis sangat rapuh. Namun akhirnya ia membuat keputusan penting, bukan karena istrinya membutuhkan dia namun karena ia butuh istrinya, apapun resikonya.

Dan tahukah anda? Wanita yang ditemani cerita oleh seorang bapak yang bertaruh dengan anaknya adalah Piya, dan hari itu adalah 25 tahun pernikahannya dan mereka sedang berbincang-bincang diatas kapal. Ajay menepati janjinya untuk membawa istrinya berlayar di 25 tahun pernikahannya…

PSM Vs MU

Posted by Lentera on Selasa, 02 Maret 2010 , under | komentar (0)



Ribuan massa berdesak-desakan di gerbang masuk stadion, aksi dorong pun tak terelakkan, polisi kelabakan mengatur antrian pennonton dan meminta agar lebih bersabar, dengan penuh perjuangan akhirnya saya bisa bernafas lega masuk ke area tribun meski harus berdiri karena tak kebagian tempat. Terasa aliran energy yang begitu dahsyat, ribuan supporter memerahkan Mattoanging, mercon merah terbakar ke udara, yel-tel The Macz Man semakin membuat riuh suasana, sebuah spanduk membentang panjang dengan tulisan “SELAMAT DATANG DI STADION NERAKA”. Pengalamanku hari ini adalah pengalaman pertamaku menginjak stadion kebanggaan Sulawesi Selatan, dan pasukan ramang yang begitu dipuja para pendukungnya akan turun ke arena menghadapi rival abadinya sejak era perserikatan PERSEBAYA SURABAYA, itulah kenapa animo penonton sangat besar hari ini, tak ada ruang tersisa di tribun terbuka, selain faktor bahwa laskar ayam jantan baru saja memetik poin empat dari turnya ke papua, seri lawan PERSIWA dan menang atas PERSIPURA, ditambah rasa penasaran para penonton ingin menyaksikan trio latin PSM yang baru, Jorge Toledo, Oscar Aravena dan Christian Gonzales. Psywar yang dilancarkan kubu tuan rumah akan menghancurkan mental yang tak tahan tekanan dan hal itu terbukti ampuh, tarian sang jenderal lapangan Toledo didukung dua midfielder nasional Syamsul Haeruddin dan Ponaryo Astaman yang kala itu masih berambut gondrong, memanjakan dua predator ganas Oscar dan El loco Gonzales. Malam itu Laskar bajul ijo bertekuk lutut dengan tiga gol tanpa balas, dua dari Oscar dan satu dari El loco. Gegap gempita stadion membahana, bahkan salah seorang supporter berseloroh, “Jangan kata persebaya, AC Milan atau Manchester United pun yang datang kesini akan pulang dengan tangan hampa” sebuah pertanyaan hiperbolis, namun harus diakui malam itu permainan PSM sangat indah dan menjadi hiburan bagi penggemarnya.

Namun itu cerita lalu, sekarang begitu gampangnya tim tamu mencuri poin bahkan mempecundangi PSM di depan pendukung fanatiknya, stadion tak lagi angker, Mattoanging tak lagi bertuah. Nama besar PSM bukan lagi magnet bagi pemain untuk datang merumput ke Makassar, Pasukan ramang pun tak diperhitungkan lagi masuk bursa juara. Niat baik pengelola untuk membina pemain muda lokal patut diapresiasi, namun kesalahannya adalah pengelola lupa pepatah sepakbola yang mengatakan tidak ada tim juara dengan kumpulan besi tua, juga tak ada tim juara dengan materi anak kemarin sore, jika pengelola ingin mencontoh The Red Devils, maka Sir Alex menggabungkan antara pemain senior dan pemain muda.

Pengelola tak sepenuhnya salah, para pemain pun harusnya tahu diri, tiap musim meminta kenaikan gaji di lain sisi tak kunjung memberikan prestasi padahal dari APBD mendapat gaji, setali tiga uang dengan supporter yang perfeksionis selalu meminta tim bermain baik dan meminta hasil sempurna, namun jika bermain jelek hanya cemooh yang didapatkan di stadion, belum lagi masuk stadion tanpa membayar, hanya dengan modal sabuk karate dan sedikit nyali memanjat tembok stadion lalu bisa menikmati pertandingan walau sambil berdiri.

Permasalahan PSM hanyalah sekelumit dari permasalahan sepakbola nasional, dengan indahnya kita menikmati Liga Primera Spanyol, persaingan ketat Premier League Inggris serta tensi tinggi Serie A Italia. Kesemuanya itu karena sepakbola disana telah menjadi sebuah industri yang menggiurkan, mugkinkah suatu saat kompetisi kita menjadi seperti itu? Tapi bagaimana mungkin dapat menarik investor kalau setiap pertandingan kita tidak hanya disuguhi sepakbola, tapi juga Tae Kwondo dan tinju, juga tawuran penonton selepas peluit panjang pertandingan.

Ah… tak ada gunanya mengutuki keadaan karena tak akan menyelesaikan persoalan, lebih baik kita introspeksi masing-masing dan tetap berharap bahwa suatu saat tim-tim Indonesia akan dilirik investor yang tidak hanya membuat stadion dengan standar Internasional tapi juga membangun tim tangguh dengan kompetisi sehat yang berujung pada prestasi tim nasional yang membanggakan. Dan aku masih menyimpan sebuah impian, melihat laga antara PSM Vs Manchester United di Final FIFA World Championship. Amin

WANITA

Posted by Lentera on Senin, 22 Februari 2010 , under | komentar (0)



Jangankan lelaki biasa, Nabi pun terasa sunyi tanpa wanita. Tanpa mereka, hati, fikiran, perasaan lelaki akan resah. Masih mencari walaupun sudah ada segala-galanya. Apalagi yang tidak ada di syurga, namun Nabi Adam a.s. Tetap merindukan Siti Hawa. Kepada wanitalah lelaki memanggil ibu, istri atau puteri. Dijadikan mereka dari tulang rusuk yang bengkok untuk diluruskan oleh lelaki, tetapi kalau lelaki sendiri yang tidak lurus, tidak mungkin mampu hendak meluruskan mereka.

Tak logis kayu yang bengkok menghasilkan bayang-bayang yang lurus. Luruskanlah wanita dengan cara petunjuk Allah, karena mereka diciptakan begitu rupa oleh mereka. Didiklah mereka dengan panduan darinya: Jangan coba jinakkan mereka dengan harta, nanti mereka semakin liar, jangan hiburkan mereka dengan kecantikan, nanti mereka semakin menderita, Yang sementara itu tidak akan menyelesaikan masalah, Kenalkan mereka kepada Allah, Zat Yang Kekal, di situlah kuncinya.

Akal setipis rambutnya, tebalkan dengan ilmu, hati serapuh kaca, kuatkan dengan iman, perasaan selembut sutera, hiasilah dengan akhlak. Suburkanlah karena dari situlah nanti merka akan nampak penilaian dan keadilan Tuhan. Akan terhibur dan berbahagialah mereka, walaupun tidak jadi ratu cantik dunia, presiden ataupun perdana mentri negara atau women gladiator. Bisikkan ke telinga mereka bahwa kelembutan bukan suatu kelemahan. Itu bukan diskriminasi Tuhan. Sebaliknya disitulah kasih sayang Tuhan, karena rahim wanita yang lembut itulah yang mengandungkan lelaki2 wajah: negarawan, karyawan, jutawan dan wan-wan lain. Tidak akan lahir superman tanpa superwoman. Wanita yang lupa hakikat kejadiannya, pasti tidak terhibur dan tidak menghiburkan.Tanpa ilmu, iman dan akhlak, mereka bukan saja tidak bisa diluruskan, bahkan mereka pula membengkokkan.

Lebih banyak lelaki yang dirusakkan oleh perempuan daripada perempuan yang dirusakkan oleh lelaki. Sebodoh-bodoh perempuan pun bisa menundukkan sepandai-pandai lelaki. Itulah akibatnya apabila wanita tidak kenal Tuhan. Mereka tidak akan kenal diri mereka sendiri, apalagi mengenal lelaki. Kini bukan saja banyak boss telah kehilangan secretary, bahkan anakpun akan kehilangan ibu, suami kehilangan istri dan bapa akan kehilangan puteri. Bila wanita durhaka dunia akan huru-hara. Bila tulang rusuk patah, rusaklah jantung, hati dan limpa.

Dari berbagai sumber

Ijinkan aku memanggilmu.....

Posted by Lentera on Senin, 08 Februari 2010 , under | komentar (0)



Wanita adalah mahluk lemah, yang selalu terpenjara oleh perasaannya, yang menjadi korban dari rasa cintanya, yang akan selalu terluka oleh harapan yang dibuatnya. Apakah Tuhan tidak adil?? Kenapa lelaki tidak dibuat sama? Kenapa selalu wanita yang menjadi pihak penanggung banyak kerugian dalam sebuah hubungan?
Pelajaran pertama yang harus kamu ketahui adalah “Jangan pernah meragukan keadilan Tuhan!” Ingin sebenarnya aku menolak jabatan itu, terlalu berat. Harus berhadapan dengan senior, menjaga agar tidak terjadi ketidak-adilan, menghentikan mata rantai kekerasan yang diwariskan turun-temurun di kampus.
“Tidak !! Saya tidak sanggup memikul beban berat itu” tegasku
“Akhi, posisi antum sekarang sangat memungkinkan untuk mengambil posisi itu.” Irul coba meyakinkanku
“Kalau memang iya, lantas setelah itu apa? Kita harusnya berpikir jangka panjang. Bukannya mengambil keputusan insidentil, pragmatis yang hanya berefek instant. Kita harus menghemat energy selama satu kepengurusan ini, agar kepengurusan Musholla ini lebih baik!!!.” Sengitku mencoba bertahan.
Syuro hari itu berlangsung sengit, banyak argument yang dilancarkan namun nampaknya sia-sia usaha teman-teman untuk meyakinkanku.
“Antum pernah bilang benci dengan model pengkaderan sekarang kan?” tiba-tiba Nina yang sejak tadi diam bersuara dari balik hijab
“Antum pernah bilang, itu adalah bentuk kedzaliman yang luar biasa bukan? Kalau kita tidak menghentikannya sekarang, kelak hal ini akan terus berlanjut.”
“Ingat akhi, jika seorang Muslim yang melihat kemaksiatan di depan matanya maka hendaklah ia menghentikan dengan Tangannya, jika ia tidak bisa maka hendaklah ia menghentikan dengan lisannya, jika ia tidak bisa maka hendaklah ia menghentikan dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman !!”

“Jika antum mau merubah keadaan itu, maka sekaranglah saatnya. Hentikan mata rantai kekerasan itu” Nina kembali memojokkanku
Saya tidak tahu harus berkata apa. Argumen Nina sudah cukup untuk membuat saya tidak berkutik. Saya menunduk, menghela nafas panjang lalu berkata
“Bismillahirrahmanirrahim, baiklah Saya menerima Jabatan Ketua Ospek”
“Alhamdulillah”
jawab teman hampir bersamaan
“Jangan khawatir akhi, antum tidak akan sendiri” Sambil memegang pundakku ilham coba meyakinkan

***

Penerimaan Mahasiswa baru selalu menjadi ajang perpeloncoan terhadap “junior” di kampus merah, sudah banyak korban berjatuhan, sudah menjadi menjadi rahasia umum tapi anehnya hal tetap menjadi tradisi tahunan tanpa ada usaha berarti dari pihak birokrat kampus untuk menghentikannya. Seakan-akan “pembelajaran” singkat ini harus dilalui maba sebagai tanda bahwa dia sudah menjadi mahasiswa. Ajang ini dibuat untuk membuat maba menjadi dewasa dan membuang segala sifat buruknya yang ia bawa dari SMA, padahal tidak ada yang menggaransi bahwa seniornya lebih dewasa dari anak SMA yang baru akan mencicipi bangku kuliah. Bahkan bibit permusuhan terhadap fakultas lain sudah dijejalkan ke kepala para calon akademia muda , maka tak heran Tawuran pun menjadi “trade mark” kampus terbesar di Indonesia timur ini. Namun semua itu harus dihentikan mulai dari sekarang, setidaknya itu tidak terjadi di jurusan kami, kami sudah berijtihad memutus mata rantai itu, dan teman-teman sendiri mengamanahkan saya untuk memimpin misi ini. Tapi ternyata memang tidak semudah membalik telapak tangan, rintangan pertama yang harus saya hadapi adalah teman angkatan dan senior tentunya.

“Aalah … tidak usah sok idealislah tiap tahun juga modelnya seperti itu” ucap Eric mengomentari konsep baru yang saya tawarkan
“Ini bukan masalah idealis atau bukan, tapi apa yang selama ini kita warisi itu keliru menurut saya, oleh karena itu konsep ini hadir sebagai alternatif”
“Konsep mu bagus, cuma terkesan terkesan terlalu memanjakan adik-adik” seloroh Rudi
“Maksudmu??” “Ya… pembelajaran mental tetap diperlukan untuk membuat mereka kuat” tambahnya lagi
“Kalau hal itu Saya tidak sepakat, kita semua pernah belajar ilmu jiwa dan mengintimidasi orang lain tidak akan membuat jiwanya kuat tapi sebaliknya malah akan membuat jiwa mereka kerdil” sengitku
“Lantas caranya bagaimana??”
“Kita ini calon perawat, perlakukan mereka sebagai manusia. Bukankah perawat melihat manusia secara holistik. Jangan sampai prilaku kasar perawat di rumah sakit adalah imbas perlakuan terhadap mereka kampus” sahut irul membelaku.
Perdebatan semakin sengit. Masing-masing kubu tetap bertahan pada pendiriannya. Saya sebenarnya sudah jenuh berdebat dari tadi.
“Begini, Konsep Sudah Saya Presentasikan di depan kemahasiswaan jurusan juga Pembantu Dekan III, bukan hanya mereka setuju tapi juga mewarning jangan sampai terjadi ‘sesuatu’ dalam prosesi ospek ini. JADI KALAU ADA YANG INGIN MERUBAH KONSEP INI SILAHKAN GANTIKAN SAYA SEBAGAI KETUA PANITIA !!!. ucapku dengan nada tinggi
Semuanya terdiam dan hanya saling menatap

***

Pendaftaran ulang mahasiswa baru sudah dimulai, gedung registrasi sudah disesaki calon mahasiswa yang ingin mendaftar ulang. Pengumuman sudah kami pasang, bahwa semua mahasiswa baru keperawatan harus menyetor biodatanya untuk mengikuti prosesi awal penerimaan mahasiswa baru. Selanjutnya panitia ospek secara bergiliran piket di himpunan jurusan untuk menerima mahasiswa yang mengembalikan biodatanya. Walaupun sudah disepakati dari awal bahwa kekerasan baik fisik maupun psikis harus diminimalkan namun tetap saja ada panitia yang membangkang dengan memarahi calon maba, dalihnya calon peserta yang mengembalikan formulir kurang sopan. “yang kurang sopan tuh kamu” gumamku Kalau sudah begini, saya harus turun tangan untuk mengawasi mereka. Suatu ketika saat teman-teman panitia sedang istirahat makan siang, saya masih tinggal di himpunan Karena ada yang harus diketik, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu
“Assalamu alaikum”
“Waalaikum salam”
jawabku, tampak seorang berjilbab biru berdiri di depan pintu
“Benar ini himpunan mahasiswa ilmu keperawatan kak?” tanyanya
“Iya, adek mau kembalikan formulir ya?”
“Iya kak, ini formulirnya” sambil menyodorkan selembar kertas
“Jangan lupa hari sabtu datang buat pra ospek, pake kemeja putih dan rok hitam”
“Jilbabnya?”

“Mmm… pake putih aja kali ya supaya matching”
“Makasih infonya kak, saya pamit dulu” ucapnya mohon diri
“Ya silahkan”
“Assalamu alaikum”
“Waalaikum salam”

Gadis itu pun berlalu, sejurus saya memperhatikan biodatanya, caranya berpakaian dan bertutur membuat saya penasaran ingin tahu pribadi anak ini. “Rani, SMU Samarinda, mantan pengurus rohis” gumamku
“Oo pantes cara berjilbabnya sudah bagus, saya yakin dia akan bergabung untuk memperkuat barisan dakwah dijurusan ini dan… anaknya lumayan manis”
“Astaghfirullah… “ ujarku buru-buru menepis segala pikiran aneh yang berkelebat Selanjutnya saya larut dalam ketikanku

***

Meskipun dari awal sudah di wanti-wanti agar pelaksanaan ospek bersih dari segala macam tindak kekerasan namun tetap saja terdapat satu-dua pelanggaran oleh panitia hal ini juga diperparah oleh peserta yang kadang melanggar aturan dan sebagainya. Tapi diatas semua itu kami bersyukur bahwa pelaksanan ospek tahun ini jauh berbeda dari tahun lalu, semangat perubahan yang kami wacanakan meskipun diawal banyak mendapat tantangan namun akhirnya bisa merubah cara pikir teman-teman bahwa kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan yang lain. Hal lain yang membuatku senang adalah pujian dari bapak PD III yang menilai peserta dari jurusanku lah yang paling rapi, dengan memakai baju biru dan bawahan putih, mahasiswa baru keperawatan terlihat sangat mencolok diantara devile mahasiswa lain yang berdandan seperti orang gila. Satu kata untuk pelaksanan ospek tahun ini. S.U.K.S.E.S !!

Selajutnya kembali aktivitas sediakala sebagai mahasiswa semester lima yang sibuk dengan tugas lab, juga sebagai pengurus himpunan. Kebagian divisi kemahasiswaan membuatku lebih banyak bereksperimen tentang metode pengkaderan dan juga lebih dekat dengan mahasiswa baru, salah satunya dengan Rani.

Setahun kemudian, seperti prediksiku di awal bahwa dia akan memperkuat barisan dakwah sangat tepat. Banyaknya kegiatan dan kepanitiaan membuatku lebih sering berinteraksi dengannya dan hal itu pula yang menyiksaku.
“Gimana dengan persiapan kegiatan minggu depan akhi?” tanyanya suatu ketika
“Tadi saya ketemu bagian kemahasiswaan, katanya proposalnya bisa dicairkan besok”
“Trus pematerinya?”
“Tinggal diingatkan aja lagi”
“Ok, nanti ana yang cek proposalnya”
“Jazakillah ukhti ya”

“Waiyyakum”
Entah senyawa apa yang dipancarkan akhwat ini yang terkadang membuat saya kikuk di dekatnya, senyumnya kemudian begitu menawan, tiba-tiba ia berubah menjadi sangat kharismatik di hadapanku. Hal yang jujur harus kuakui… Saya menyukainya

Perasaan itu semakin hari kian menggunung, puncaknya di suatu malam saya tidak bisa tertidur karena terus memikirkannya. Di sepertiga malam, aku lalu bangun membersihkan diriku, mengambil wudhu. Malam ini aku berniat mengadukan seluruh perasaan yang menderaku kepada Tuhanku yang saat ini turun sampai sepertiga langit. Selesai witir dan berzikir, aku duduk bersimpuh dan menengadahkan tanganku menyusun bait permohonan dengan berurai airmata, kiranya Dia mau mendengarkan keluhanku dan mengasihiku

“Ya Allah, sang pemilik kesempurnaan Hambamu Yang lemah dan hina ini memohon kepadamu

Ya Allah yang maha mengetahui Engkau tahu masalah yang kuhadapi saat ini Janganlah engkau menyiksaku dengan perasaan selain kepadamu Janganlah engkau jadikan cinta kepada mahluk melebihi cintaku kepadamu Jika ia memang jodohku maka bukakanlah pintumu dan mudahkanlah jalannya Jika bukan, engkaulah yang maha tahu yang terbaik untuk hambamu

Ya Allah yang maha pengampun Ampunilah dosa hambamu yang penuh nista ini Hamba tak tahu lagi kemana mengadu Jika sekiranya engkau pun meninggalkan hamba Hamba tak akan meminta engkau mengurangai beban ini Namun kuatkanlah bahu hamba untuk menerima cobaanMu Amin


Kututup doaku dengan menghapus air mataku, ada ketenangan yang mengalir dalam perasaan ku setelah mencurahkan segala perasaan ku dalam doa tadi.

***

Sejak malam itu aku bertekad menjadi seorang yang baru, tidak ingin larut dan tenggelam dalam perasaan yang menyiksaku. Aku larut dalam kesibukan yang segaja kubuat untuk sengaja menghilangkan perasaan yang bahkan dulu membuatku insomnia. Aku mulai mengambil jarak dengannya, bahkan mengurangi frekuensi kekampus atau minimal ke perpustakaan hanya karena tak ingin bertemu dengannya lantas membuka kembali lukaku. Toh yang kuhadapi sekarang tinggal skripsi dan saya harus konsentrasi untuk itu. Kalau sesekali bayangannya menggangu yang kulakukan adalah mengusirnya dengan memotivasi diri bahwa saya akan melamarnya setelah lulus nanti.

***

Selesai wisuda dan meraih gelar sarjana saya masih harus melanjutkan dengan pendidikan selama setahun di rumah sakit untuk meraih gelar profesi. Sebentar lagi saya akan sibuk berurusan dengan pasien, dan seabreg tugas yang mesti dikonsul ke dosen. Satu hal lagi karena tidak lagi sering ke kampus sehingga tidak akan bertemu Rani. Saat sedang asyik menulis rencana perawatan tiba-tiba HPku berbunyi, kulihat penelponnya.. Rani, kuambil nafas panjang lalu sejurus kemudian
“Halo Assalamul alaikum” jawabku
“Waalaikum salam” terdengar jawaban Rani dari sebelah
“Kakak punya waktu buat bicara tidak?” tanyanya
“Bicarakan apa ya?” jawabku penasaran
“Saya mau nanya kak, antum kenal dengan akh Fadli?”
“Hmm Fadli…Fadli.. yang dari fakultas teknik itu?”
ujarku
“Bukan, yang dari STAN”
“Oh iya kenal, afwan banyak sih teman ana yang namanya Fadli”
“Menurut antum orangnya gimana?”
“Maksudnya?”
“Jawab saja kak”
“Ya… ana pernah mabit dengannya, tilawahnya bagus, orangnya ramah dan agak lucu gitu”

Tiba-tiba yang terdengar adalah suara isak tangis dari telepon
“Halo… koq nangis?” tiba-tiba perasaanku tidak enak
“Kak… akh Fadli mengajak ana ta’aruf” sesenggukannya terdengar makin nyaring
Jlegg… Aku menelan ludah, samudera perasaanku yang tadinya tenang tiba-tiba berkecamuk, berubah menjadi pusaran air ganas yang siap menenggelamkanku. Tanganku bergetar hebat dan hampir saja HP ku terjatuh. Aku bungkam seribu bahasa, sejenak kemudian yang ada hanyalah hening. Aku bahkan bisa mendengar detak jantungku, ditemani deru nafasku dan isak Rani. Aku menarik nafas panjang dan mencoba menguasai diriku
“Ya.. ba..gus kan” ujarku gagap
“Bagus apanya kak?”
“Ya…menurut ana tidak ada hal yang membuat anti bisa menolak lamaran akh Fadli”
“Apa..???”
seru Rani
“Saya ingin kakak jujur, kakak cinta Rani kan?!!”
Dadaku serasa ditindih beban berat…
“Dari cara kakak memperlakukan Rani, dari cara kakak berbicara dengan Rani Saya menyimpulkan kakak menyukai Rani kan??
“Jawab yang jujur kak!!”
ujar Rani setengah berteriak, lalu suara tangisnya semakin jelas terdengar
Rentetan pernyataan Rani benar-benar membuat saya terdesak, Saya seperti terdakwa di pengadilannya yang siap dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Lidahku serasa kelu, saya masih merasa di alam lain ketika Rani kembali membuyarkan lamunanku dengan pertanyaannya.
“Jawab Rani Kak!!!”
“Kalau emang iya, apa yang harus saya lakukan?”
entah mendapat kekuatan darimana saya bisa menjawab seperti itu
“Rani cuma minta kakak jujur kepada diri sendiri, berani memperjuangkan perasaan kakak dan berhenti jadi pengecut” kembali Rani menghakimiku
“Baiklah ana akan jujur, Ana menyukai anti sejak pertama kali kita bertemu, ana harus akui itu !. Antilah satu-satunya akhwat yang membuat ana menangis di sholat malam dan memohon untuk melupakan anti!” Rani masih terisak
“Lantas dengan alasan itu, apakah boleh ana meminta anti menolak ajakan akh Fadli lalu menunggu lamaran ana? Itu yang anti mau?!!!”
Rani terdiam, yang ada hanyalah sesenggukannya
“Ana akan seperti menikam teman dari belakang jika berbuat itu. Yang ana tahu Rasulullah melarang meminang perempuan yang sedang dipinang oleh saudaranya!!”
“Jadi sekarang ana akan mempertegas pernyataan ana. Tidak ada hal menurut ana yang bisa membuat anti menolak lamaran akh Fadli, toh kembali anti yang akan menentukan”
“Terserah anti menganggap ana pengecut ataukah pecundang, tapi akan menjadi lebih pengecut lagi kalau ana mendzalimi saudara ana sendiri”
***

Percakapan ditelepon itu adalah percakapan terakhirku dengan Rani. Entah saat itu saya menjadi pria paling berani ataukah pria paling bodoh karena merelakan akhwat yang kuidamkan menjadi milik pria lain. Yang jelasnya sebulan kemudian aku menerima sebuah undangan biru yang cantik bertuliskan Walimatul Ursy Fadli Jafar dengan Maharani Salsabila. Perasaanku remuk, ingin rasanya aku berlari ke pantai dan berteriak sekencang-kencangnya. Mengadu pada debur ombak bahwa betapa bodohnya aku.

Saya berhalangan ke Pesta walimahan itu karena bertepatan dengan jadwal jaga ku di rumah sakit. Entahlah ketidak hadiranku karena uzur itu ataukah karena tahu bahwa saya tidak akan sanggup melihat wanita dambanku bersanding dengan pria lain. Saya Cuma bisa menghibur diri dengan mengatakan jika ada cinta yang bisa kubagi saat ini, maka cinta itu adalah kepada pasienku, kepada orang-orang yang tergolek lemah di rumah sakit yang menanti uluran tanganku. Sembari menyusun kembali kepingan mozaik perasaanku yang berserakan tak beraturan.

Menjelang dini hari kembali saya mengadu ke ribaan sang khalik, menyusun untaian permohonan akan seluruh salah khilaf

Ya Allah Ya Azis Tiada sia-sialah engkau ciptakan jagad raya ini Maha suci engkau Engkau pemilik semesta alam

Ya Allah Ya Rahim Engkaulah yang paling tahu hal terbaik untuk hambamu Engkau telah menegurku agar tak melupakan cintamu Dan aku yakin Ya Hakim Bahwa engkau telah menyiapkan jodoh terbaik untukku Bahwa engkau telah menyiapkan bidadarimu untukku Dan dengan bangganya akan kupanggil dia… Istriku