Latest News

"Maaf dek boleh saya lewat?"

Posted by Lentera on Rabu, 16 November 2011 , under | komentar (0)



“SIAAAP GRAK !!! LENCANG DEPAAAN GRAK !!! TEGAAAAK GRAK !!!” demikian teriakan lantang komandan peleton menyiapkan barisan dalam rangka apel siang Mahasiswa Akademi Keperawatan Bhayangkara. Lima menit berlalu, suara komandan peleton pun serak dan mulai sedikit emosi karena frustasi dengan barisan rekannya yang masih amburadul.

Aku tersenyum melihat prilaku mahasiswa yang terkadang mesti tiap hari ditegur Pembina karena dianggap masih tidak disiplin dalam barisan. Dalam hati Aku berkata “Barisanku dulu lebih rapi dibanding adek-adek sekarang”, sesaat kemudian pikiranku menerawang jauh kebelakang sekitar dua belas tahun yang lalu.

Hari itu Aku memakai seragam putih-putih SPK Polri Bhayangkara. Aku masih nervous saat menghirup udara dan menginjakkan kaki di Bangsal Laki Rumah Sakit Bhayangkara, maklumlah ini kali pertama Aku masuk jaga sebagai siswa setelah selesai ujian semester. Perasaan seperti ini biasanya wajar saat hari pertama, kikuk dan tidak tahu harus berbuat apa. Setelah mendapatkan orientasi secukupnya dari kepala ruangan lalu beliau menjelaskan hal yang harus kami kerjakan. Hari pertama kami tidak diisi dengan mengukur tanda vital pasien, memberikan injeksi ataupun mengganti perban seperti yang sering perawat lakukan, Melainkan menyapu ruangan, mengepel, membersihkan WC, melap kaca dan membersihkan sarang laba-laba, jauh dari yang kami pelajari di bangku sekolah sebagai calon perawat karena yang kami kerjakan adalah pekerjaan janitor alias cleaning service. Hal yang kemudian kusadari keliru ketika Aku memasuki bangku Universitas, bahwa perlakuan demikian sesungguhnya melecehkan profesi perawat, namun apa daya kami waktu itu, sebagai plat merah tanda siswa paling junior itupun masuk jaga untuk kali pertama kami harus rela mengerjakan hal yang paling tidak diinginkan.
“Kalian terlebih dulu harus terampil memegang tangkai pel sebelum saatnya kalian memegang spoit dan tangkai infus” demikian pernyataan feodal senior menambah lengkap penderitaan kami hari itu. Pfiuh…

Aku kebagian mengepel bagian Interna dan pelataran bangsal, luasnya bangsal membuatku serasa mengepel lapangan sepakbola. Untunglah saat bekerja gerbang depan ditutup dan semua penjaga pasien diminta keluar area rumah sakit. Sehingga tidak ada orang yang lalu lalang dan membuat lantai yang basah semakin kotor. Gerah dan berkeringat namun Aku senang karena akhirnya kerjaan itu akhirnya selesai, kulipat ujung baju serta membuka kancing bagian atas karena kepanasan lalu melapor ke pegawai bangsal bahwa tugasku telah rampung.
“Bagus, sekarang karena kamu keringatan mungkin baiknya tidak usah kepasien dulu takutnya pasien mencium bau keringatmu” kata pegawai bangsal sambil tersenyum
“Istirahat saja dulu dek disana, ngadem sambil nonton TV, tutup pintu trus jangan lupa pasang tanda lantai basah di depan” sahut pegawai lain
“Baik pak” jawabku.

Aku memasang tanda lantai basah, menutup dan mengunci pintu, baju dinasku kutanggalkan karena gerah, duduk sambil menyalakan TV dan kipas. Semilir angin dari kipas membuatku rileks, kaki kuselonjorkan sambil menyetel channel TV. Namun baru beberapa saat Aku bersantai ria tiba-tiba terdengar bunyi “Tok..tok..tok..” dari pintu yang tadi kukunci
“lewat samping pak kalau ada keperluan, lantai masih basah habis dipel” teriakku
“Ni orang ga bisa baca ya tanda yang tadi kupasang?” gumamku

“Tok..tok..tok..” masih terdengar pintu diketuk
“Lewat samping pak, lantai basah” kembali Aku mengulang teriakanku dengan sedikit kesal

“Tok..tok..tok..”
“LEWAT SAMPING WOII” !!! Aku mulai marah

“Tok..tok..tok..”
“ni orang ngajak ribut nih” gumamku sambil bangkit dari tempat duduk.

Aku berjalan menuju pintu, kubuka dengan paksa pintu itu dan niatku ingin mendamprat habis-habisan orang yang dari tadi mengetuk pintu
“awas ya” gumamku
“KRAAK” suara pintu berteriak karena kutarik kasar
Kemarahanku sudah memuncak, ingin kutumpahkan semua kekesalanku pagi ini kepada orang yang seperti tidak menghargai hasil keringatku. Tapi…
“Astaghfirullah”…. Aku terperanjat kaget…

Orang yang dari tadi mengetuk pintu adalah seorang pria yang tinggi besar…

pria itu juga seorang polisi…

tidak hanya polisi namun dia juga perwira menengah selevel Kapolwiltabes Makassar…

penderitaan Aku tidak hanya berhenti disitu karena polisi berpangkat Komisaris Besar itu juga adalah DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT BHAYANGKARA !!!....

Aku adalah seorang mahasiswa tingkat satu, baru pertama kali masuk jaga dan berani-beraninya memarahi direktur rumah sakit tempat Aku bernaung. Jika anda diposisi Aku saat itu apa yang anda bayangkan?

Dihukum… Cuma satu kata itu yang diproduksi otakku kala itu. Menyaksikan orang ditegur keras bahkan dimarahi adalah pemandangan biasa di rumah sakit polisi ini. Bahkan pada level siswa disuruh push-up dan jalan jongkok adalah hal lumrah. Pikiranku berkelebat kemana-mana, membayangkan dimarahi habis-habisan. Dihukum, ditampar bahkan sampai di sekolah pun jatahku masih ditambah dengan dijemur hormat bendera dan sebagainya.

“Hufft…” Kuhela nafas panjang tanda sudah pasrah
“:Aku memang pantas dihukum” gumamku

Suasana masih hening karena sedari tadi pikiranku melayang kemana-mana, waktu berjalan sangat lambat sampai kurasa detak jantungku sendiri bisa kudengar bahkan lalat pun terbang di dekatku dalam keadaan slow motion. Saat Aku masih tertunduk kaku, menunggu hukuman apa yang akan Aku terima tiba-tiba terdengar “Maaf dek, boleh saya lewat”

Aku menoleh mencari asal suara itu. Namun yang kusadari Aku hanya berdua dengan pak direktur. Berarti…. Yang mengucapkan itu adalah…. ???
Lidahku tercekat, mulutku terbuka namun tak satu pun kata terucap tanda kaget luar biasa, Aku baru berani mendongakkan kepala menatap orang nomor satu di rumah sakit itu.
Melihatku kaget pria tadi tersenyum lalu kembali mengucap
“Maaf dek, boleh saya lewat?”
“Si….Si….Silahkan dok” entah kena guna-guna dari mana tiba-tiba Aku mengidap penyakit gagap
“Kerja bagus anak muda” kata pria itu sambil menepuk pundakku

Dadaku serasa plong, sesak yang menggantung seketika hilang, namun tetap saja merasa tidak enak. Ketika kisah ini Aku ceritakan ke semua yang jaga pagi hari itu, semuanya terpingkal-pingkal tertawa sambil megang perut, Aku hanya bisa tersenyum nyiyir. Namun ada beberapa hal yang kudapat dari peristiwa itu.

Pertama tentang kepemimpinan. Ya.. Drg. Peter Sahelangi hari itu mengajari ku tentang kepemimpinan. Bab menjadi pemimpin yang tidak hanya bisa menyuruh atau menegur bawahan diperagakan beliau. Pemimpin juga harus bisa mengayomi dan menghargai bawahan, bahkan untuk selevel ku yang sebenarnya tidak punya ikatan apa-apa dengan Rumah Sakit Bhayangkara karena masih berstatus siswa. Bab lain adalah indahnya memaafkan, sekali lagi bukti bahwa memohon maaf tidak menjadikan kita hina dan memberi maaf mengangkat kita menjadi mulia.

Pada saat kisah ini kutuliskan sebuah pikiran konyol lewat di pikiranku. Selentingan itu berbunyi “Mungkin Akulah orang satu-satunya di bhayangkara yang berani memarahi direktur utama” ^_^

Akper Bahayangkara 17112011
Selesai pukul 14 : 20
Tulisan ini kupersembahkan untuk semua perawat khususnya alumni SPK Polri Bhayangkara Angkatan XIX. Miss You All Guys

"Terima Kasih OM"

Posted by Lentera on Selasa, 15 November 2011 , under | komentar (0)



Waktu sudah menunjukkan jam 11 siang, setelah cuci motor, makan siang lalu sholat Aku mulai bersiap menuju kantor. Hari ini adalah hari bersejarah, setelah sekian lama aku berdiam di rumah bengong nggak ada kerjaan maka mulai saat ini gelar pengangguran resmi kutanggalkan, ya hari ini adalah hari pertama aku masuk kerja.

Kupacu Honda Beat putihku menuju Akademi Keperawatan Bhayangkara Makassar, jalur yang kutempuh adalah Jalan Barombong yang tembus menuju Pantai Losari. Jalur ini lebih pendek jika dibandingkan lewat Sungguminasa, waktu tempuh pun lebih sedikit dan bebas macet. Sepanjang perjalanan kita disuguhi bermacam pemandangan, mulai dari persawahan hijau yang sebagian besar sudah dikuasai dan diberi patok oleh mafia developer,. Arah bisnis real estate memang berkembang pesat kearah selatan kota apalagi setelah maket Stadion Barombong di Launching di Koran, para pemilik modal berlomba mengangkangi sawah petani dengan iming-iming setumpuk rupiah maka pemandangan truk raksasa berseliweran mengangkut tambang galian C menimbun tanah yang kelak menjadi kompleks perumahan menjadi hal lumrah sekaligus merusak jalan aspal karena kelebihan tonase.

Selanjutnya kita disuguhi view pinggir laut dengan garis pantai yang panjang dan kilauan indah biru laut, pepohonan hijau yang rindang lengkap dengan semilir angin, tak lupa kita akan melalui jembatan barombong dengan bentangan terpanjang di Sulawesi selatan membelah muara sungai jeneberang, dibawahnya berbaris rapi kapal para nelayan yang sedang bersandar dan terakhir perumahan elit tanjung bunga, Mall GTC, Pantai Akkarena dan tentu saja ikon baru kota Makassar Trans Studio berada dijalur ini semakin melengkapi kenyamanan berkendara di jalan ini.

Namun ada satu hal lagi yang membuat aku lebih menikmati berkendara di area ini. Anak sekolah yang selalu ramai pulang sekolah. Jadwal masuk kampusku memang masuk siang sehingga jika melewati jalur lingkar tersebut bertepatan dengan jam anak SMP 15 pulang sekolah. Sayangnya semangat calon penerus bangsa tersebut harus dihadapkan bahwa jalan Barombong yang menuju ke Tanjung Bunga tersebut bukanlah jalur yang dilewati angkutan umum. Sehingga mereka mengandalkan belas kasihan pengguna jalan yang mungkin mau sebentar menepi sekedar memberi tumpangan jika mereka ingin kesekolah atau pulang kerumah. Terkadang aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri siswa tersebut berjalan kaki pulang di siang terik sejauh 5 km. LUAR BIASA perjuangan mereka menempuh pendidikan, melanjutkan tradisi akademik keluarga mereka yang sebagian besar orang tuanya bekerja sebagai nelayan, petani ataupun penjual sayur.

Satu hal lagi, bahwa seusia mereka, remaja tanggung yang sangat memperhatikan penampilan. Fase yang mereka jalani sekarang adalah fase genital menurut tokoh psikologi Erikson, dimana mulai ada kecenderungan terhadap lawan jenis maka tak jarang kita akan menemui ABG yang sangat “gengsi” karena tak ingin terlihat miskin di depan temannya apalagi depan si “dia”. Tapi semua itu mereka terobos, stigma itu mereka labrak, terik mentari serta panas aspal bukanlah halangan, peluh dan senyum mereka menjadi saksi perjuangan heroik para bibit bangsa berikhtiar memperbaiki hidup lewat jalur pendidikan. Ironi, semangat mereka harus dihadapkan pada ketidakmampuan pemerintah menyediakan angkutan sekolah bagi siswa tersebut.

Sekali lagi ironi, di negeri kaya raya ini, di negeri gemah ripah loh jenawi ini mungkin dana untuk bus anak sekolah sudah habis dikorupsi pejabat atau dipake studi banding anggota dewan, jika pak presiden SBY melihat hal ini bisa jadi akan muncul lagu baru lagi dari beliau, ataukah melaunching sekuel buku lain di luar negeri bercerita kehebatan kepemimpinannnya mengelola anggaran dana pendidikan sebesar 20%.

Ah, tak ada gunanya mengutuki ketidak becusan pemerintah mengelola bumi pertiwi, mungkin lebih baik kita sendiri berintrospeksi apa yang sudah kita berikan terhadap bangsa ini?, akankah kita juga tetap menjadi bagian yang membebani tumpah darah Indonesia? Aku sendiri mencemooh diri sendiri yang tidak bisa membantu pihak sekolah untuk menyediakan armada angkutan bagi para siswa. Dalam hati aku berdoa “Ya Allah jadikanlah aku hambamu yang punya kekuatan menolong saudara yang membutuhkan bantuanku”.

Hari ini kembali kujumpai pemandangan seperti biasa, anak-anak berseragam putih biru berderet di pinggir jalan melambaikan tangan tanda meminta tumpangan, aku menepikan motor sambil mempersilahkan dua orang duduk di boncengan belakang. Dalam perjalanan terkadang aku mencoba ramah dengan bertanya nama mereka siapa, kelas berapa dan tinggal dimana. Dekat jembatan boncenganku tersebut menepuk bahu tanda ingin turun. “Terima kasih om” hal yang selalu mereka ucapkan sambil tersenyum ketika turun dari kendaraan lalu berlari riang. Aku senang bisa membantu mereka, kemudian kutuliskan kisah ini bukan untuk menunjukkan betapa baiknya aku, bukan untuk pamer, riya’ apalagi ujub karena semuanya akan sia-sia dimata Allah, Namun aku yakin ini adalah sebuah kebaikan, aku ingin siapapun yang lewat sana bisa berbagi tumpangan dan berbagi kebaikan, lantas kebaikan itu insya Allah akan kembali ke diri kita dalam bentuk kebaikan yang lain.

Wallahulalam bisshowab
Akper Bhayangkara Makassar
Selesai 03112011 sesaat sebelum azan ashar berkumandang

Angkot setan

Posted by Lentera on Minggu, 10 April 2011 , under | komentar (0)



Beberapa waktu aku melakukan kunjungan ke Bogor, mengikuti kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh organisasi tempatku bernaung. Setelah kegiatan itu masih sempat jalan-jalan melihat kebun raya bogor, menikmati jajanan khas kota bogor seperti taoge goreng, bubur ayam, berbagai asinan dan manisan buah serta kripik a sampai z. pokoknya semua yang khas tentang kota bogor. Ada satu hal yang juga menjadi brand kota di jawa barat ini yakni lalu lintasnya. Sepanjang mata memandang pasti kita akan melihat angkot, berwarna hijau sampai pemerintah membuat sendiri plat untuk registrasi angkot dan angkanya fantastis sudah sampai angka 1900-an, wow !! makanya kemudian tak salah kemudian kalo lagi-lagi bogor terkenal dengan sebutan kota seribu angkot. Saking terkenalnya tentang angkot ini sampai ada satu cerita tentang angkot setan.

Konon di sebuah malam, seorang lelaki harus kerja lembur untuk menyelesaikan kerjaannya, semuanya selesai tepat jam 24.00. rasa lelah seakan menggantung di pundaknya. Ia lalu beranjak pulang karena di kantornya tidak ada kamar untuk menginap. jalanan sudah sepi dari aktivitas Malam itu hujan gerimis dan angin bertiup lembut menambah rasa mencekam. Tiba-tiba dari kejauhan ada sinar lampu perlahan mendekat. Sinar itu berasal dari lampu angkot. Angkot itu berhenti pas di depannya.
“kok ada angkot jam segini?, bukannya maksimal sampai jam 10?” gumam pria itu karena sebenarnya dia menunggu taksi. Tapi bodo amat yang penting saya pulang, pria itu kemudian melompat naik ke angkot menghindari hujan. Mobil lalu melaju pelan. Sejenak Pria itu memandang sekeliling angkot. Yang didapati adalah angkot ini sudah terlalu tua untuk beroperasi, sopirnya pun sudah uzur, duduk di kursi paling pojok dekat kaca belakang ada seorang perempuan berbaju putih dengan rambut sedikit acak-acakan, walaupun agat sedikit tertutupi rambutnya yang terurai tapi wajah wanita terlihat pucat.

Untuk mengurangi lelahnya selepas lembur, sang pria lalu bersandar di dinding mobil, memasang headset di telinganya lalu berusaha beristirahat sejenak.
“maaf bu ya” kata lelaki tersebut menselonjorkan kakinya, wanita tadi tidak bereaksi. Sesekali dia terbangun jika ban mobil menginjak jalanan rusak. Perasaan aneh kemudian menyelimutinya karena sang wanita tadi perlahan semakin mendekat ke arahnya. Untunglah karena kemudian sudah dekat lorong menuju rumahnya, sang pria kemudian meminta sopir untuk berhenti lalu menyodorkan uang pecahan Rp. 10.000, tapi yang terjadi mobil itu malah tancap gas dan tidak memberinya kembalian. Sang pria Cuma bengong lalu berteriak
“DASAR ANGKOT SETAN !!!”

selesai di Tamalanrea 10042011 pukul 14.53

PULAU PERASAAN

Posted by Lentera on Senin, 07 Maret 2011 , under | komentar (0)



Di sebuah negeri antah barantah terdapat sebuah pulau yang disebut pulau perasaan. Seperti namanya di pulau itu hidup bermacam-macam perasaan, karakter, sifat dan sebagainya. Di tanah itu tinggal si senang, si sedih, si kaya, si miskin dan bermacam perasaan lainnya. Di pulau itu pula hidup sang cinta, karakter utama dalam cerita ini. Semua penduduk lahan tersebut hidup dengan damai, mereka saling membantu satu sama lain. Jika ada yang sedih “sang senang” akan datang menghiburnya, jika ada yang butuh bantuan “sang kaya” tidak akan segan-segan mengulurkan tangan, dan jika ada yang tertimpa musibah maka “sang cinta” akan setia menemani. Kehidupan mereka sangat harmonis seperti rangkaian mozaik yang saling melengkapi dan menyusunnya dengan indah.

Sampai suatu hari musibah datang menyapa kehidupan mereka, sekaligus menguji kekuatan pertalian persahabatan yang mereka jalin. Tiba-tiba air pasang dengan cepat menenggelamkan pulau tersebut, semua penduduk berlarian panik menyelamatkan diri, termasuk sang cinta. Dengan terseok-seok sang cinta membawa tubuhnya mencoba melawan arus yang sesekali menghempas tubuhnya. Saat air sudah setinggi lutut, sang cinta melihat sebuah kapal indah yang mendekat dan ternyata dikemudikan sahabatnya si kaya.
“Sahabatku kaya, bolehkan aku menumpang di kapalmu?” Pinta sang cinta
“Cinta.. engkau bisa lihat, kapalku sudah penuh oleh barang kekayaanku, hampir tidak tersisa ruangan lagi. Aku takut jika memaksakanmu naik maka akan membuat kapal ini tidak stabil dan tenggelam, maaf cinta aku tidak bisa membawamu” jawab si kaya dingin
Jawaban si kaya tadi terdengar sebagai sebuah petir yang langsung menghujam ke dalam hati sang cinta.
”Inikah sifat asli si kaya? Bukankah ia suka menolong? Aku ini sahabatnya, dan sekarang Aku butuh pertolongan..” demikian pertanyaan yang menggelayut di pikiran sang cinta, tanpa sadar si kaya pun berlalu dari hadapannya .

Air mulai setinggi pinggang saat cinta terhentak dihempas ombak yang hampir merobohkannya, dengan segala upaya cinta masih berusaha menyelamatklan diri. Harapannya kembali muncul ketika ia melihat seseorang mengayuh perahu dengan pelan. Si sedih.. ya itu si sedih. Dengan sekuat tenaga sang cinta berupaya mencapai perahu tadi. Sang cinta kemudian berkata
“ijinkanlah aku ikut denganmu”
“Cinta sahabatku.. aku baru saja kehilangan semua anggota keluargaku, semua itu membuat saya sedih, jauh melebihi kesedihanku selama ini. Untuk saat ini saya ingin sendiri” jawab si sedih lirih
“Bukan Cuma kamu yang kehilangan..!!! aku dan semua orang di pulau ini merasakan hal sama, kenapa engkau begitu egois !!!” pekik sang cinta marah
“Maaf cinta, saat ini aku ingin sendiri” kembali sedih mengulangi pernyataannya.
Jawaban terakhir sedih tadi benar-benar seperti palu yang dihantamkan ke dada cinta, menghancurkan segala harapannya, si sedih kemudian berlalu dari hadapannya.

Cinta tak lagi berusaha menyelamatkan diri meski air sudah setinggi lehernya. Arus semakin kuat mempermainkannya dan menghempaskannya ke sebuah sampan, sampan milik si miskin.
“sahabatku..., engkaulah harapan terakhir ku, bawalah aku bersamamu” ucap sang cinta memelas
“Cinta sayang, lihat dirimu.. engkau kotor. Meskipun kamu tahu aku miskin tapi aku sangat memperhatikan kebersihan, dan dengan keadaanmu sekarang aku tidak bisa membawamu.” Jawab si miskin
Pupus sudah harapan sang cinta. Hari itu, untuk pertama kalinya cinta menangis, menangisi kemalangan hidupnya. Menangisi betapa bodohnya ia menganggap sahabatnya sehidup semati dengannya. Dan saat ia sadar semua sudah terlambat. Cinta sudah pasrah, lalu ia mencatat dalam hatinya
“hari ini jika aku meninggal, bukanlah air pasang ini yang membunuhku, tapi sahabatku.. ya sahabatku yang kuanggap seperti saudara, yang semua hal kubagi dengannya, mereka semua menusukku dari belakang, mereka semua meninggalkanku saat aku membutuhkan mereka, dan itu jauh lebih menyakitkan dari banjir ini.”
Arus benar-benar menunjukkan superioritasnya dengan mempermainkan sang cinta lalu perlahan menelan tubuhnya. Sempat sang cinta melihat sahabatnya terbaiknya si senang namun agaknya si senang terlalu senang karena baru saja mendapatkan rakit untuk menyelamatkan diri, sehingga tak lagi mendengar teriakan kecil sang cinta.

Sang cinta mulai tenggelam membawa perasaan sakit hatinya, hancur bersama mimpinya saat sebuah tangan menariknya lalu berkata
“Cinta.. ikutlah bersamaku” orang itu menarik cinta ke dalam sampannya
Cinta masih melayang antara sadar dan tidak, perasaan dikhianatinya masih sangat kuat ia sudah tidak peduli dengan yang terjadi. Perlahan ia memperhatikan muka orang yang di depannya lalu pingsan tak sadarkan diri.

Beberapa saat kemudian sang cinta terbangun diatas ranjang dengan seprei putih Di sebuah kamar sederhana. Kepalanya masih sakit ia duduk sejenak mengambil nafas dan mengumpulkan kembali ingatannya. Ia teringat masa indah dengan sahabatnya, lalu air tiba-tiba meninggi, lantas ia tenggelam. Tapi sebuah tangan menariknya, siapa dia? Dia berusaha mengingat wajahnya, seorang kakek. Lalu bergegas cinta bangkit dari tempat tidurnya berlari mencari orang yang menyelamatkannya.

Cinta mendapati sepasang kakek-nenek di beranda rumah itu. Dia menatap lekat wajah kakek itu,
“bukan kakek ini yang menyelamatkanku” gumamnya.
“kamu sudah bangun nak” sapa nenek itu arif
“Silahkan duduk nak” sang kakek melanjutkan
Cinta lalu duduk kemudian bertanya
“Aku dimana nek dan kalian siapa?”
“Kamu di rumah kami nak, saya nenek arif dan ini suami saya kakek bijaksana” jawab sang nenek
“siapa yang membawa aku kesini?” tanya cinta penasaran
“oh.. dia sahabatku sang waktu, dia meminta kami merawatmu” jawab sang kakek
“dimana sang waktu tinggal kek?” lanjut cinta lagi bersemangat
“Tidak usah kamu cari dia nak, dia petualang, dia datang dan pergi sesukanya”
“Yah.. padahal aku sangat ingin berterima kasih dan bertanya padanya”
“Apa yang ingin kamu tanyakan?” tanya nenek arif
“sahabatku si kaya, si miskin, si senang dan si sedih semauanya tidak ada yang peduli bahkan meninggalkanku, kenapa sang waktu menyelamatkanku? Aku bahkan tidak mengenalnya” jawab cinta
“Anakku cinta” sang kakek membelai rambut cinta lalu menghela nafas panjang
“Kaya dan miskin silih berganti, susah senang pun datang dan pergi. Jika kamu bertanya kenapa sang waktu menyelamatkanmu, itu karena sang waktu ingin kamu menjadi cinta sejati, karena sang waktu lah yang bisa membuktikan cinta sejati yang sesungguhya”...

Diiringi instrumentalia siente me amor, selasai di tamalanrea 080311 pukul 13.38 WITA