Kontroversi Pergub retribusi mahasiswa profesi
Pagi yang cerah untuk memulai hari, hari ini agenda ke Daya untuk tes wawancara namun dalam perjalanan ada pemandangan menarik, sekumpulan mahasiswa dengan memakai almamater merah sambil membawa poster berkumpul di depan PRIVATE CARE CENTER DR WAHIDIN SUDIROHUSODO, dari lambang atribut di lengan kanan almamater sepertinya mereka dari BEM Fakultas Kedokteran. saya bertanya dalam hati “ada apa mahasiswa kedokteran demo?”, “persoalan apa yang mereka tuntut” sampai akhirnya saya bertemu adik kelas yang sedang coass dan menjelaskan bahwa yang mendorong mereka aksi adalah peraturan gubernur tentang retribusi bagi coass dan residen serta semua mahasiswa yang magang di rumah sakit. Dalam hati saya berkata “Sudah lama kami di’pajaki’ di rumah sakit”.
Peristiwa menarik ini menjadi headline di media cetak selama beberapa hari. Jarang sekali mahasiswa kedokteran turun aksi, selama ini bagi mahasiswa lain, laskar hipokrates seperti bersembunyi di balik tembok kokoh fakultas kedokteran layaknya kerajaan dengan status otonomi khusus yang susah ditembus, sangat eksklusif dan para mahasiswa penghuninya pun tenggelam dalam tugas dan diktat tebalnya, dan jika mereka turun aksi pastilah ada Sesuatu yang mengusik ketenangannya dan membangunkan dari tidur panjangnya. Segera saja peristiwa ini jadi berita besar bahkan sampai beberapa “pembesar” kedoktran macam dr. Akbar Sp.S (Ketua ikatan dokter Indonesia), Prof. dr Syamsu Sp.PD (Ketua bidang pelayanan medis dan ketua PPDS FK UH) sampai rektor Unhas Prof Dr dr Idrus A Paturusi pun angkat bicara. sebuah bukti bahwa peristiwa ini bukan sesuatu yang main-main. Teriakan para Coass dan residen terdengar sangat keras bagai lonceng kematian bagi pemerintah provinsi bahkan pengamat sosiolog unhas menilai ini adalah blunder fatal Gubernur Syahrul Yasin Limpo dan bisa menjadi bola panas yang menggoyang kursi empuknya kepemimpinannya, tidak ingin sekedar dianggap menggertak pihak Fakultas Kedokteran menarik coass dan residen dari RS pemprov sebagai bukti keseriusan mereka. Segera saja diadakan pertemuan dengan pihak fakultas dan dinas kesehatan dan menghasilkan poin bahwa poin pergub retribusi residen dan coass untuk sementara ditangguhkan.
Ada beberapa poin penting dari aksi mahasiswa kedokteran ini
Pertama : Stigma dan nilai para dokter di masyarakat sangat tinggi, ekslusivitas ini pintar dimanfaatkan oleh mahasiswa FK sehingga aksi ini mendapat simpati luar biasa bahkan media cetak menjadikannya headline, padahal dari segi skala dan jumlah mahasiswa yang diturunkan tidak jauh beda dengan aksi mahasiswa pada umumnya
Kedua : Dukungan pihak birokrasi fakultas terhadap aksi mahasiswa ini membuatnya terdengar lebih nyaring. bahkan dengan tegas pihak menarik koass dan residen dari RS pemprov sebagai wujud dukungan nyata terhadap perjuangan mahasiswa.
Ketiga : Solidaritas sesama komunitas berseragam putih juga patut mendapat apresiasi. Solidaritas itu ditunjukkan oleh dukungan ikatan dokter Indonesia sebagai organisasi profesi yang memayungi mereka. seakan akan para petinggi IDI berkata “Jangan main-main dengan para dokter”, karena mereka punya posisi dan bargaining untuk itu.
singkat kata empat jempol buat aksi mahasiswa kedokteran ini karena merekayasa sedemikian rupa sehingga mendapat dukungan Media, eksekutif dan legislatif lantas membuat aksi ini terlihat dan terdengar besar.
hal diatas membuat saya cemburu, sudah lama kita para perawat harus membayar upeti masuk rumah sakit, saya ingat sekali di gelombang kami kakak ners B pernah mempermasalahkan biaya praktek yang membengkak dari Rp. 36 ribu / minggu / bagian menjadi Rp. 80 ribu / minggu / bagian, kejadian ini menimbulkan riak namun tidak beresonansi. dan itu sudah berlangsung turun temurun.
Pertanyaannya, uang yang kami bayarkan sebenarnya untuk apa? pihak PSIK menjelaskan bahwa itu untuk biaya CI lahan, sebesar itu kah biaya untuk CI lahan? kenapa tarif tiap rumah sakit berbeda-beda? apakah insentif CI juga beda-beda? bahkan beberapa dari kami malah terkadang tidak mendapat perlakuan simpatik dari CI lahan, dirumah sakit juga untuk duduk saja kita bersaing dengan mahasiswa lain. tetapi anehnya dalam sebuah keterangan pihak wahidin malah mengatakan retribusi itu adalah peraturan pemerintah, lantas kenapa mahasiswa kedokteran tidak membayar selama ini? bahkan pergub retribusi ini baru akan disahkan dan mendapat tentangan, Nah lho?
Kedua : Advokasi pihak Institusi PSIK terhadap mahasiswa profesi ners seperti apa? dengan gagahnya Pihak FK mengawal aksi mahasiswanya sampai duduk bersama dengan pihak Dinas kesehatan untuk membahas hal ini. menarik para koass dan residen sebagai bukti mereka juga serius menanggapi isu ini. menanggapi hal ini pula Ketua forum PTS keperawatan se-Kopertis wilayah IX Sulawesi, Julianus Ake M.Kep mengumpulkan anggotanya untuk membahas hal ini. Sudahkah pihah PSIK melakukan hal sama?
Ketiga : dukungan nyata juga terlihat dari IDI sebagai organisasi profesi dokter. kemana suara PPNI ? dukungan apa yang diberikan oleh organisasi profesi perawat ini? ataukah tidak peduli sama sekali?
Tulisan ini kami buat bukan untuk melecehkan atau merendahkan pihak manapun, motivasi dari tulisan ini semata-mata hanyalah bentuk keresahan dan kepedulian terhadap dunia keperawatan. kami melihat kejadian pergub retribusi ini bisa menjadi momen bagi seluruh perawat untuk menselaraskan langkahnya agar tak lagi dipandang sebelah mata, sampai kapan nasib kita harus diperjuangkan orang lain? kenapa bukan kita yang memperjuangkannya sendiri? jika permasalahan ini tidak mampu kita atasi, maka kesejajaran hanya akan menjadi bahan diskusi dalam kuliah dan terbatas terdengar di lantai empat PSIK saja. Kesejajaran yang kita idamkan hanya akan menjadi utopia selamanya, karena kita tidak mampu memposisikan diri sebagaimana mestinya.
Wallahu alam
Currently have 0 komentar: