Belajar dari Ayyub
Sudah empat hari ini tubuhku memaksa berlama-lama di pulau kapuk . Mungkin ini flu terparah dalam sejarah hidupku. Biasanya kalau sudah mulai musim hujan, tubuh saya berespon dengan kontraksi otak (sakit kepala, red) selama sehari, malamnya disusul reaksi berlebih hipotalamus (demam, red) kemudian ditutup dengan overproduksi sekret di mukosa hidung (ingusan, red) paling lama seminggu. Paling banter di kasih Paracetamol atau Decolgen sudah cukup untuk kenyamanan istirahat.
Tapi kali ini?, Demam dan sakit kepala datang bersamaan, selama empat hari lagi (tersiksa banget kan?), terus malah gak ingusan? Saya terpapar virus varian baru kali ya? Tapi bukan flu burung lho !!, jadi kalo ente mau berpikir ngaco, sebaiknya buang jauh-jauh dari batok tengkorakmu karena gejala flu burung tidak seperti ini :p.
Saya coba melawannya dengan jurus Paracetamol, tapi gak mempan. Lalu Asam Mefenamat, masih gak ngaruh, DECOLGEN !! masih ngeyel juga (nih penyakit maunya apa sih?). Lalu kemudian saya pelajari jutsu baru “Demacolin” (ngambilnya di rak obatnya ETOS) dengan mengaktifkan bersamaan cakra Paracetamol, Pseudoefedrin HCl, Chlorpenamine maleate, dan Caffein. Awalnya saya ragu, ini obat cocok gak sih dengan saya, kira-kira kontraindikasinya apa? Saya kan dah coba Paracetamol tapi gak ngefek, mana ada Caffeinnya lagi, nanti gak bisa tidur en jantung berdebar dibuatnya. Tapi Bismillah, malam ini saya ingin tidur nyenyak. I’ll take that risk.
Alhamdulillah, malam ini saya tidur seperti bayi . Tapi besoknya si Flu nya masih kembali. Emang sih yang namanya flu gak ada obatnya, yang ada Cuma bersifat Simptomatik (meringankan gejala), makanya obat flu yang beredar beredar di pasaran mengatakan “Meredakan flu” dan bukan “mengobati Flu” karena flu disebabkan Virus.
Sholat di mesjid rasanya mau ambruk, setiap kali rukuk dan sujud rasanya kepala dijejali beban 1 ton. I’tidal dan bangkit dari sujud perasaan oleng ke kiri, sendi rasanya terkunci. Jadinya subuh hari ini penuh perjuangan, untung subuh Cuma dua rakaat, kalo kayak terawih? Mati ma’ mungkin kodong.
Sepanjang dua rakaat itu, subuhku ini jauh dari khusuk. Yang terjadi adalah gejala internalisasi atau percakapan dengan diri sendiri, tapi saya lebih senang menyebutnya dengan pertarungan Hak dan Bathil.
“Kamu lagi sakit, kayaknya sholat di rumah pun bisa dimaklumi” oceh bagian lain tubuhku santai.
“Maksudmu?” konfirmasi bagian lain
“Ya.. lihat saja keadaanmu?, kamu begitu tersiksa,”
“Jangan Manja kamu!!”
“Manja gimana? Jujur saja, sholatmu jauh dari khusuk, itukah persembahanmu kepada Tuhanmu? Kasihan…” lanjutnya masih bersusaha meyakinkan.
… Hening sejenak
“Misbah…, saya ingin kamu ingat nabi Ayyub, kamu tahu kisahnya kan? Deritanya? Bahkan dalam keadaan sakit pun tak menghalanginya berkhalwat dengan Tuhannya!!” ucapnya dengan serius dengan nada yang semakin meninggi.
“Alah… gak usah sok perfeksionis gitu, Look yourself man, You’re not a prophet!” sanggahnya, memotong pembicaraan tiba-tiba.
“Ini bukan soal perfeksionis atau bukan, tapi ini perintah sholat, ibadah spesial yang langsung dijemput nabimu di Arasy-Nya”tegasnya
“Catat, Saya nggak menyuruhmu meninggalkan sholat, tapi saya Cuma ingin kamu mengasihani dirimu sendiri, itu saja gak kurang gak lebih”bantahnya tidak kalah sengit
“Misbah, gak usah dengarkan dia. Kamu tahu apa permintaan Nabi Ayyub Ketika perniagaannya merugi? Anak-anaknya meninggal? Ketika ditinggalkan istrinya? ketika terkena penyakit sekujur tubuhnya?Dia tidak minta sembuh, yang dia minta adalah… yang diharapnya adalah… semoga penyakitnya tidak menyerang lidahnya yang bisa membatasinya menyebut Asma Allah”
Mataku mulai berkaca-kaca…
Si sinis pun terdiam, mungkin kehabisan akal,.
“Tidak inginkah kau seperti dia? Apa yang menimpamu belum apa-apa” si tulus masih menceramahiku
Lalu tiba-tiba “Assalamu alaikum warahmatullah..”
“Assalamu alaikum warahmatullah..” pak imam mengakhiri sholat shubuhnya.
Sejurus kemudian dengan lantunan merdu “Allahu akbar…Allahu akbar… Allahu akbar… La ilaha illallah huwallahu akbar… Allahu akbar walillahilhamdu” pak imam memimpin takbir ba’da shubuh yang memang masih suasana idul adha.
Gemuruh Takbir indah, menyibak fajar yang masih samar-samar.
Mendinginkan hati siapa saja yang mendengarkan.
Sebuah kalimat singkat namun bermakna besar, bahwa Dialah yang pantas merasa besar dan kita besarkan.
“Ya Allah… meskipun Sayyid Qutb mengatakan Sakit adalah istirahatnya para aktivis, tapi hamba yakin alpa di masjid bukan bagian dari itu”
“Ya Allah… ajarilahhamba seperti Ayyub-Mu, yang tak pernah mengeluh menghadapi ujian-Mu”
“Ya Allah… Hamba tidak ingin meminta kesembuhan dari-Mu karena hamba tahu, nikmat-Mu jauh lebih besar dari ujian-Mu”
“Hamba hanya ingin ujian-Mu menjadi menebus dosa dan kehilafan hamba kepada-Mu, olehnya itu Ya Allah…”
“Jadikanlah sabar terpatri di dada hamba, jadikanlah bahu ini kuat menghadapi cobaan-Mu, Ya Azis”
“Terimalah permintaan tulus hamba wahai dzat pemilik semesta alam”
Currently have 0 komentar: